Mentahqiq Kitab Tidaklah Ringan

Mentahqiq Kitab Tidaklah Ringan

Mentahqiq Kitab Tidaklah Ringan

Untuk meningkatkan kompetensi para imam masjid di kota Padang Panjang, Pemerintah Kota bekerjasama dengan MUI, Islamic Centre Serambi Mekah dan Forum Imam mengadakan kegiatan pembinaan dan pelatihan imam ratib selama dua hari.

Saya sendiri diminta menyampaikan materi tentang fiqih shalat secara umum. Namun saking antusiasnya peserta dalam berdiskusi, sehingga baru sampai pembahasan tentang Fiqih Azan waktu sudah berakhir.

Referensi yang saya jadikan rujukan dalam menyampaikan materi tersebut adalah kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi –rahimahullah- dan kitab Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah. Kitab al-Majmu’, meskipun bercorak Fiqih Syafii, tetapi di dalamnya ada muqaranah al-madzahib wal araa` sehingga membaca kitab ini kita tidak terlalu ‘terkungkung’ dalam taqlid mazhab, sekaligus bisa mengasah kemampuan menganalisa, komparasi pendapat dan mentarjih.

*** 

Untuk lebih meningkatkan fiqih para imam tentang shalat berjamaah, seorang ustadz -barakallahu fihi- berinisiatif mengadakan kajian kitab yang fokus membahas tentang kriteria dan adab seorang imam. Kitab yang diusulkan adalah Nadhhul Kalam fi Nushhil Imam (نضح الكلام فى نصح الإمام). Kitab ini dinisbahkan kepada Imam al-‘Izz bin Abdussalam yang terkenal dengan julukan Sulthanul Ulama dan ditahqiq oleh Abu Abdurrahman Mus’id bin Abdul Hamid as-Sa’dani as-Salafiy.

Ketika membaca muqaddimah, saya mulai ragu apakah benar kitab ini ditulis oleh Imam Izzuddin bin Abdussalam Sulthan al-‘Ulama? Uslubnya jauh berbeda dari uslub Imam al-‘Izz dalam beberapa kitabnya yang pernah saya baca –meski tidak sampai khatam- seperti al-Qawa’id al-Kubra, Maqashid Shalat dan sebagainya. Uslub penulis kitab Nadhul Kalam ini terasa sangat kental aroma Syafi’iyyah-nya. Meskipun Imam al-‘Izz juga seorang ulama Syafi’iy, tapi dalam banyak karyanya beliau lebih banyak menampakkan ruh ijtihad dan tarjih daripada taqayyud dengan satu mazhab. Bahkan diantara kitab yang beliau anggap kitab terbaik adalah kitab al-Muhalla karya Imam Ibnu Hazm yang tidak terikat sama sekali dengan mazhab apapun.

Keraguan saya semakin kuat ketika melihat nukilan-nukilan dalam kitab ini. Penulis sangat banyak menukil –bahkan bisa dikatakan hadzihi ‘umdatuhu- dari Imam Nawawi –rahimahullah-, seperti al-Majmu’, al-Minhaj, ar-Raudhah, Syarah Shahih Muslim dan sebagainya. Setahu saya Imam al-‘Izz lebih dahulu masanya daripada Imam Nawawi –rahimahumallah-.

Akhirnya saya coba cek biografi kedua ulama tersebut dalam Kitab Thabaqat Syafi’iyyah Kubra karya Imam Tajuddin as-Subki. Ternyata benar, dari perhitungan tahun lahir saja tidak mungkin Imam al-‘Izz mengutip dari kitab-kitab Imam Nawawi. Hal ini karena Imam al-‘Izz sendiri lahir pada tahun 577 atau 578 H dan wafat tahun 660 H. Sementara Imam Nawawi lahir tahun 631 H dan wafat tahun 676 H (lihat Thabaqat Syafi’iyyah Kubra jilid 8 halaman 209 dan 396). Artinya, ketika Imam al-‘Izz wafat, usia Imam Nawawi baru sekitar 29 tahun. Pada usia ini beliau belum menulis seluruh kitab yang dinukil oleh penulis buku Nadhul Kalam. 

Di samping itu, kalau kita melihat siapa saja murid dan guru dari kedua imam ini, kita akan melihat bahwa diantara murid terkenal Imam al-‘Izz adalah Imam Ibnu Daqiq al-Ied, Imam Syihabuddin al-Qarrafi, Imam Abdurrahman bin Ibrahim al-Fazari atau yang lebih dikenal dengan Ibnu al-Firkah, Imam Abu Syamah al-Maqdisi dan lain-lain. Dua nama yang disebut terakhir ternyata adalah guru utama dari Imam Nawawi –rahimahumullah-. Berarti Imam al-‘Izz adalah guru dari guru (شيخ الشيوخ) Imam Nawawi.

Yang paling mengejutkan adalah ketika penulis menukil dari Imam Zarkasyi dalam kitabnya al-Qawa’id. Bukankah Imam Zarkasyi hidup di abad kedelapan hijriah (lahir tahun 745, wafat 794 H). Bagaimana mungkin Imam al-‘Izz yang hidup di abad ketujuh menukil dari Imam Zarkasyi yang baru lahir satu abad kemudian?

Saya berkata dalam hati, “Apakah hal ini tidak terdeteksi sama sekali oleh pentahqiq kitab? Apakah ia hanya melihat kepada sampul dari makhtuth (manuskrip) yang ia tahqiq saja tanpa mau ‘berletih-letih’ untuk memastikan kevalidan nisbah kitab ini?”

Lalu saya periksa lagi pengantar pentahqiq di awal kitab. Di sana ia menulis bahwa ia sudah mencek nisbah kitab ini ke kitab Kasyf azh-Zhunun karya Haji Khalifah, lalu ia menyimpulkan bahwa kitab ini memang ditulis oleh Imam al-‘Izz bin Abdussalam Sulthan al-‘Ulama.

Disinilah kelalaian pentahqiq. Ketergesa-gesaan dan ketidak-telitian membuat tingkat kepercayaan pada hasil tahqiq-nya menjadi berkurang, kalau tidak hilang sama sekali.

Padahal manuskrip yang ia peroleh dari Darul Kutub al-Mishriyyah jelas-jelas menulis nama penulis dengan :

العالم العلامة عبد السلام المنوفي الشافعي

Disana ada kata Manufi, nisbah kepada al-Manufiyyah, sebuah daerah di Mesir. Darimana pentahqiq bisa menyimpulkan bahwa ‘Abdussalam’ disini adalah Izzuddin bin Abdussalam Sulthan al-‘Ulama?

Bahkan kalau kita merujuk langsung ke kitab Kasyf azh-Zhunun karya Haji Khalifah, kita akan menemukan bahwa ia juga mengatakan kitab Nadhul Kalam ini (judulnya disini adalah Nadhjul Kalam) ditulis oleh seorang alim bernama Ahmad bin Muhammad bin Abdussalam al-Manufiy asy-Syafi’iy yang memiliki kunyah Abu al-Abbas. Berikut nukilannya :

نضج الكلام في نصح الإمام ، مختصر، على مقدمة وثلاثة أبواب وخاتمة، أوَّله: (الحمد لله - سبحانه - على مزيد الفضل والكرم ... الخ) ، لأبي العباس أحمد بن محمد بن عبد السلام المنوفي الشافعي ، ذكر فيه: أنه رأى إماما يفعل في صلاته أشياء منكرة، فأنكر عليه، ونصحه.

Di beberapa tempat dari Kasyf azh-Zhunun, Haji Khalifah juga mencantumkan beberapa karya Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdussalam yang memiliki tema yang sama, seperti :

تحفة الراغب في معرفة شروط الإمام الراتب ، للشهاب أحمد بن محمد بن عبد السلام الشافعي ، المتوفى سنة  931 ، رسالة، على: أربعة فصول، أولها: (أحمد الله سبحانه على ما منح من الفضائل ... الخ) .

هداية الطالب لحقوق الإمام الراتب ، للشهاب أحمد بن محمد بن عبد السلام المنوفي، المصري ، ولد: سنة 847 سبع وأربعين وثمانمائة.

Jelaslah bahwa penulis kitab Nadhul (atau Nadhjul) Kalam fi Nushil Imam bukan karya Imam ‘Izzuddin bin Abdussalam Sulthan al-‘Ulama yang lahir tahun 578 H dan wafat tahun 660 H, melainkan karya Syekh Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abdussalam al-Manufi asy-Syafii, yang lahir pada tahun 847 dan wafat tahun 931 H.

*** 

Setelah mengumpulkan bahan-bahan ini, saya kemudian ‘iseng’ melihat pengantar pentahqiq kitab al-Qawa’id al-Kubra karya Imam al-‘Izz yaitu Dr. Nazih Kamal Hammad dan Dr. Utsman Jum’ah Dhamiriyyah. 

Setelah mendata kitab-kitab yang sah penisbahannya kepada Imam al-‘Izz, keduanya juga mendata kitab-kitab yang penisbahannya salah kepada beliau, termasuk diantaranya adalah kitab Nadhul Kalam ini. Berikut penjelasan kedua pentahqiq ini –jazahumallahu khairan- :

نضح الكلام فى نصح الإمام ، رسالة صغيرة نشرتها مكتبة الزهراء بالقاهرة عام 1412 هـ  بتحقيق مسعد عبد الحميد السعدني ، وهي من تأليف أبي العباس أحمد بن محمد بن عبد السلام المنوفي المتوفى عام 931 بعد وفاة العز بقرون ، وفيها نقول كثيرة عمن جاء بعد العز ، ونسبتها للمنوفي صريحة فى كشف الظنون وغيره ، ولكن تسرع المحقق وعجلته وعدم تثبته أوقعه فى ذلك الخطأ رغم أنه نقل عن الكشف نسبتها للمنوفي.

***

Namun demikian, hal ini tidak mengurangi nilai dan kualitas kitab Nadhul Kalam yang ditulis oleh Abul Abbas karena ia juga seorang ulama yang berkompeten di bidang fiqih, ushul fiqih, tashawwuf dan sebagainya. 

Yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah keabsahan penisbahan kitab kepada Imam al-‘Izz bin Abdussalam Sulthan al-Ulama yang ternyata keliru.

Memang, men-tahqiq kitab itu tidak mudah... Wa man dzaqa ‘araf.

والله تعالى أعلم وأحكم

Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi

10 Juni 2022 pada 10.07  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Mentahqiq Kitab Tidaklah Ringan - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan Taufiq Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®