Ilmu Kalam

Ilmu Kalam - Kajian Islam Tarakan

ILMU KALAM

Jika kita menilik sejarah, ulama' salaf sudah berbeda pandangan tentang status ilmu kalam. Nukilan dari mereka yang mencela ilmu kalam sangat melimpah. Tapi disisi lain, ulama' salaf yang memanfaatkan ilmu kalam untuk melawan dan mengurai syubhat aliran sesat juga ada. Imam Abu Hanifah bisa jadi salah satu contohnya dan beliau salah satu generasi pertama mutakallimin Ahlussunnah. Imam Syafi'i juga sama, walaupun sebelumnya beliau mengkritik ilmu kalam. 

Yang mungkin perlu dicermati dari perselisihan diatas adalah bahwa ilmu kalam merupakan wasilah. Ya wasilah untuk menolak syubhat batil dalam rangka menguatkan akidah Ahlussunnah, bukan sebuah ghoyah atau tujuan dari sebuah keyakinan (doktrin akidah). Ilmu kalam dimanfaatkan oleh sebagian ulama' salaf untuk menolak dan menjawab anggapan miring sebagian orang bahwa akidah Islam sangat tidak rasional, jumud, dan cenderung doktrin murni. Namun, karena era salaf adalah era dimana ulama'-nya enggan memperdalam pembahasan akidah sifat, maka kemunculan ilmu kalam dianggap pelanggaran atas kesepakatan tidak resmi antar mereka. 

Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Sari as-Saqathi, misalnya, mengkritik Imam Haris al-Muhasibi karena ilmu kalam. 

Tetapi apakah kritikan mereka tersebut bisa dipahami sebagai penyesatan kepada ahli kalam sebagaimana yang dipahami Salafi Wahabi? Jawabnya tidak. Sebab kenyataannya mereka tidak melahirkan akidah baru yang melanggar ijma' salaf. 

Imam Ahmad misalnya. Walaupun beliau mengkritik keras Imam Haris al-Muhasibi, tapi beliau pernah sengaja mengikuti kajian ilmunya dan bahkan menangis tersedu-sedu setelah mendengar kalam-kalam al-Muhasibi yang begitu mendalam, lembut, dan menyentuh. 

Imam Sari as-Saqathi pernah bertanya kepada Imam Junaid al-Baghdadi, muridnya. "Kemana kamu belajar setelah belajar dari sini?". Imam Junaid menjawab bahwa ia belajar kepada al-Muhasibi. Maka Sari as-Saqathi mendukung itu tetapi berpesan untuk tidak ikut-ikutan membahas ilmu kalam.  

Kisah diatas membuktikan bahwa ketidak setujuan mereka kepada pengamal ilmu kalam bukan berarti ahli kalam layak disesatkan atau jatuh dalam bid'ah secara absolut. Atau mudahnya, tentang boleh dan tidaknya menggunakan ilmu kalam saat itu sifatnya adalah ijtihadiyah dan tidak sampai menjatuhkan vonis keluar dari Ahlussunnah. Dan tidak pernah ada pernyataan ulama' manapun yang mengeluarkan Imam Abu Hanifah atau al-Muhasibi yang ahli kalam, misalnya, dari Ahlussunnah wal Jama'ah kecuali mereka yang mulutnya tidak dikunci dengan adab dan akhlak.

Imam Tajuddin as-Subki berkata:

اعلم أن الإمام أحمد رضي الله عنه كان شديد النكير على من يتكلم في علم الكلام ، خوفاً أن يجر ذلك إلى ما لا ينبغي ، ولا شك أن السكوت عنه ما لم تدع إليه الحاجة أولى . والكلام فيه عند فقد الحاجة بدعة

"Ketahuilah bahwa Imam Ahmad radhiyallahu 'anhu sangat ingkar kepada orang yang berbicara ilmu kalam, khawatir jika yang berpotensi menyeret kepada yang tidak semestinya. Dan tidak ada keraguan bahwa diam darinya selama tidak ada hajat adalah lebih baik dan membicarakannya ketika tidak ada hajat adalah bid'ah". 

Nah, keadaan yang terjadi sekarang jauh lebih parah. Salafi Wahabi yang mengaku bermanhaj salaf menghantam Asy'ariyah dan Maturidiyah karena kedua aliran besar ini dianggap sebagai representasi aliran ilmu kalam. Padahal sejak era pendiri kedua aliran Ahlussunnah diatas hingga kini, masyarakat muslim sudah berhajat dan membutuhkan ilmu logika rasionalitas untuk melawan dan menjawab syubhat aliran liberal, atheis, filsafat dan yang semisal dengan mereka. Adapun berlebihan dalam membicarakan ilmu kalam adalah persoalan lain. 

Wallahu A'lam

Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur

4 Juni 2022 pada 16.58  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Ilmu Kalam - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan Taufiq Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®