Syarat Kafir Dalam Islam dan Bahaya Kaum Takfiry

Syarat Kafir Dalam Islam dan Bahaya Kaum Takfiry

Oleh: Fauzan Inzaghi

Pecinta musik aliran Black metal pasti akrab dengan lagu berjudul "Kafir!!", lagu yang dulu sempat rame karena dibawakan oleh salah satu band Black metal papan atas dunia "Nile". Tapi itu gak penting dibahas, yang perlu di bicarakan adalah kata "kafir" yang saat ini sangat 𝘯𝘨𝘦𝘵𝘳𝘦𝘯𝘥, terutama dipakai untuk mengungkapkan kekesalan bagi orang yang nggak sepakat dengannya. Apakah tiap orang yang beda pendapat dalam term/istilah Islam disebut kafir? Apakah setiap terjadinya perbedaan akidah dalam Islam disebut "kafir"? Gak semudah itu sayang, kenapa? karena ulama akidah secara khusus membahas masalah ini secara ilmiyah, dalam satu dari delapan bab ilmu akidah dan bab itu pembahasannya dikhususkan untuk masalah 𝘪𝘮𝘢𝘯, 𝘪𝘴𝘭𝘢𝘮, 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳, 𝘧𝘢𝘴𝘪𝘲, dll.

Di sana ulama menjelaskan, kalau seorang bisa dikatakan kafir dari agama Islam dengan empat syarat:

1. Mengingkari nash 𝘲𝘢𝘵𝘩'𝘪 𝘵𝘴𝘶𝘣𝘶𝘵 (pasti datangnya dari Nabi), contohnya pengingkaran terhadap sesuatu yang ada di dalam ayat al-Quran atau Hadits Mutawatir bahwa itu bukan datang dari Nabi saw. Tapi ini tidak cukup, al-Quran boleh sama, tapi pemahaman bisa beda? Kamu bisa aja ngira dia ngasih kode, tapi kan kamu gak benar-benar paham apa yang dia maksud 😛. Makanya ulama memberi syarat kedua sebagai tambahan.

2. mengingkari nash 𝘲𝘢𝘵𝘩'𝘪 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘭𝘢𝘩, yaitu pengingkaran terhadap nash yang secara bahasa tidak mungkin multitafsir, udah 𝘪𝘫𝘮𝘢' dari ahli bahasa atau ahli syariat sejak awal, jadi tidak boleh ada ijtihad di dalam ayat tipe ini, yang dinamakan tsawabit (pondasi). Contohnya kata 𝘘𝘶𝘭 𝘏𝘶𝘸𝘢𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘈𝘩𝘢𝘥 "katakanlah Tuhan itu Esa", kita gak bisa mengatakan itu penafsiranmu, menurut pemahamanku bisa aja Esa artinya dua, tiga dan empat. Yang mengatakan seperti itu sama juga mengingkari ayat al-Quran, karena bahasa Arab gak bisa menerima kata ahad diterjemahkan seperti itu. Pengingkaran ini menjadi pengingkaran pada al-Quran yang sudah 𝘲𝘢𝘵𝘩'𝘪 𝘵𝘴𝘶𝘣𝘶𝘵  seperti di poin pertama. Tapi itu juga belum cukup, karena ada beberapa perkara yang ada dalam al-Quran dan Hadist Mutawatir, dan dia 𝘲𝘢𝘵𝘩'𝘪 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘭𝘢𝘩, tapi tidak semua muslim tahu hukumnya, makanya ada syarat lain.

3. Perkara "𝘮𝘢 𝘶𝘭𝘪𝘮𝘢 𝘮𝘪𝘯 𝘢𝘥-𝘥𝘪𝘯 𝘣𝘪 𝘥𝘩𝘢𝘳𝘶𝘳𝘢𝘩" (perkara yang semua orang Islam tau), kalau orang datang ke daerah yang penduduk muslimnya lumayan banyak, lalu bertanya ke mereka secara acak terhadap suatu masalah (yang sudah 𝘲𝘢𝘵𝘩'𝘪 𝘵𝘴𝘶𝘣𝘶𝘵 dan 𝘲𝘢𝘵𝘩'𝘪 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘭𝘢𝘩), mereka pasti bisa menjawab tanpa berpikir. Contoh kewajiban shalat 5 waktu, semua orang kalau ditanya apa hukum sholat 5 waktu, mereka semua tau kalau itu wajib, itu "𝘮𝘢 𝘶𝘭𝘪𝘮𝘢 𝘮𝘪𝘯 𝘢𝘥-𝘥𝘪𝘯 𝘣𝘪 𝘥𝘩𝘢𝘳𝘶𝘳𝘢𝘩". Atau masalah Muhammad saw seorang Nabi atau bukan? Semua orang Islam tau. Atau al-Quran kitab dari Tuhan atau bukan? Semua muslim pasti mengetahui dan meyakini, itu dinamakan "𝘮𝘢 𝘶𝘭𝘪𝘮𝘢 𝘮𝘪𝘯 𝘢𝘥-𝘥𝘪𝘯 𝘣𝘪 𝘥𝘩𝘢𝘳𝘶𝘳𝘢𝘩". Adapun masalah berapa kali hukum cambuk? Gak semua orang tau, butuh sedikit ngaji, jadi itu bukan "𝘮𝘢 𝘶𝘭𝘪𝘮𝘢 𝘮𝘪𝘯 𝘢𝘥-𝘥𝘪𝘯 𝘣𝘪 𝘥𝘩𝘢𝘳𝘶𝘳𝘢𝘩", mengingkarinya bisa disebut dosa besar tapi gak bisa disebut kafir, tidak mengetahuinya bisa disebut jahil tapi bukan kafir. Untuk masalah jahil atau dosa besar jangan dibahas sekarang.

Tapi itu gak cukup, karena bisa jadi kita salah nilai orang, kita mengira dia sudah mengingkari tiga syarat di atas, padahal dia gak mengatakan seperti itu, jadi next kita butuh syarat selanjutnya.

4. Gak ada syubhat pada pengingkar terhadap tiga syarat di atas yaitu pasti dan terbukti 100 persen mereka melakukan pengingkaran tanpa ada keraguan, kalau ada syubhat sedikit saja, jadi 99 persen, maka dia gak bisa dikategorikan "kafir". Kalau dia ngomong terus terang, "bos aku gak percaya al-Quran itu kitab dari Tuhan, aku gak percaya bahwa Nabi Muhammad itu utusan Tuhan". Bukan dengar dari kata orang lain dia gak pecaya Muhammad adalah Nabi, atau pernah dengar kata-kata dia sekilas tampak seperti pengingkaran, yang seperti itu tidak bisa dijadikan bukti, tapi harus ditanyakan dan dipastikan bahwa dia memang mengatakan seperti itu, memaksudkan seperti itu dan meyakini apa yang dia katakan. jadi tanyakan langsung!!! Sedikit saja ada syubhat maka wajib bagi seorang muslim husnuzon.

Makanya, Salaf kalau mendengar ada orang di pasar berteriak, "𝘢𝘯𝘢 𝘳𝘢𝘣𝘣𝘶𝘬𝘶𝘮 𝘢𝘭-𝘢'𝘭𝘢 (aku tuhan yang maha agung)", maka mereka membuatnya seolah itu  bentuk syubhat "ah jangan-jangan dia lagi baca al-Quran", sangking berhati-hatinya mereka mengeluarkan kata kafir dari mulut mereka!!! Kalau sekarang? "Ah kalau dia berkawan dengan pak tua itu, dia mendukung kafir, berarti dia kafir!!" Mak Jang serem kali kau! Kalau dulu hmmm, yah dia Islam, tapi dia melakukan itu untuk kemaslahatan pribadi, dia berdosa tapi dia masih muslim. Bukan dugaan, bukan juga kemungkinan besar, tapi kepastian. Sama persis kayak cewek minta kepastian, kalau dijanjiin nanti-nanti sama cowok, jangan husnuzon kali dia bakal ke rumah, suruh dia ngasih kepastian ke rumah, untuk dia ngomong ke walimu, maunya kapan dan gimana arah hubungan ke depan, jika dia tidak mau maka kafirkan tu cowok, 😛 Hha..

Nah, kalau empat syarat ini diingkari secara bersamaan, secara pasti, tanpa ada keraguan dan syubhat, baru seorang bisa dikatakan keluar dari Islam. Tapi kalau masih "tampaknya" dia melanggar tiga syarat awal, kalau belum dikonfirmasi langsung ke orangnya, maka belum bisa dikategorikan keluar dari Islam atau kafir, jangan serampangan, bahaya!

Karena sebenarnya kehatian-hatian ini karena ancaman keras dari Allah bagi orang yang mengkafirkan orang lain dan orang tersebut ternyata tidak kafir, maka hukumannya dia jatuh kafir di sisi Allah. Ini mengerikan bos. Oya satu lagi ini masalah keyakinan, jadi, bisa jadi seorang tidak sholat tapi dia mengakui bahwa shalat itu wajib, dia dosa karena gak shalat tapi gak bisa disebut kafir, karena lagi-lagi ini masalah keyakinan. Keyakinan masalah dalam hati, cara mengetahui isi hati ya suruh ungkapkan seperti dia mengatakan "iya aku gak mengakui Tuhan ada", atau perbuatan yang jelas seperti menginjak al-Quran dengan maksud penghinaan dan kita telah bertanya bahwa dia sengaja melakukan itu dengan maksud menghina. Rumit? Ya rumit, makanya serahkan kepada ulama yang kompeten, karena walaupun kafir ranah iman, tapi kamu gak diwajibkan mengkafirkan seseorang.

Satu lagi pembuktian kekafiran atau takfir itu ranah Fiqh, jadi itu tugas ulama, bukan tugas kita. Jadi kalau yang sering mengatakan kafir bagi muslim dan dia tau bahwa dirinya awam? Anda adalah orang paling dekat dengan kekafiran, karena Nabi memperingatkan bahwa jika seorang melemparkan kata kafir pada saudaranya, padahal bukan seperti itu maka kafir itu kembali padanya. Begitu juga kalau kamu lihat diri kamu dikafirkan, dan gak merasa melanggar syarat tadi, jangan peduli apapun kata orang, dia bukan siapa-siapa.

Untuk non muslim, jangan takut dulu dengan kata kafir. Kafir dalam bahasa Arab berasal dari kata 𝘬𝘢𝘧𝘢𝘳𝘢 dan masdarnya 𝘬𝘶𝘧𝘳, berarti tertutup atau terbatas, kalau digunakan dalam keyakinan berarti tertutup dari ajaran Islam, atau bisa diartikan pengingkaran, contoh kalau kamu gak percaya kebenaran UUD 1945 maka dalam bahasa Arab kamu telah kufur (mengingkari) terhadap UUD 1945. Ada juga penggunaan dalam al-Quran kata "kufur" untuk mengatakan kufur nikmat, berarti mengingkari nikmat. Jadi, kata kafir secara bahasa berarti pengingkaran.

Pernah dalam satu dialog antara  Habib Ali al-Jufry dengan seorang Qisis (pembesar agama Kristen Koptik dengan posisi langsung di bawah Paus). Habib Ali bertanya "kalau saya tidak beriman terhadap ketuhanan Yesus apakah aku dianggap seorang Kristiani?" Pak Qisis berkata "tentu tidak, anda tidak termasuk orang beriman dalam ajaran Kristus," "kenapa saya tidak dianggap seorang mukmin?" Tanya Habib Jufri, "karena Anda telah mengingkari dasar iman" jawab Qisis. Apa kata sinonim bagi orang yang mengingkari atau tidak beriman dalam bahasa arab? "Kafir". Tamat. Gitu doank? Iya.

Apakah ketika al-Quran memakai kata kafir untuk pengingkaran atas dasar keimanan al-Quran salah? Tidak, semua orang Arab bisa mengatakan itu. Nah, makanya orang Qurays, orang Arab asli, ketika bahasa Arab belum berubah, gak marah ketika dipanggil "𝘠𝘢 𝘢𝘺𝘺𝘶𝘩𝘢𝘭 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳𝘶𝘶𝘯" dalam surat al-Kafirun. Karena mereka paham bahasa Arab, dan muslim pun tidak boleh marah ketika dianggap kafir dalam keyakinan agama lain.

Hanya saja semua berubah ketika zaman berubah, ketika secara Urf (kebiasaan) orang-orang saat mendengar kata kafir bermakna negatif dan terhina, dan kamu memakai kata kafir untuk memanggil orang lain dalam sebuah dialog, "oi kafir, yok dialog". Itu mah ngajak berantem, bukan dialog, eh, tapi kalau di medsos mah model ini banyak ya? 😛.

Satu lagi yang jadi masalah, yaitu sebagaian  orang yang ga punya pengetahuan tentang  syarat di atas, lalu setiap melihat yang beda jadi mudah mengkafirkan, mereka ini yang disebut takfiri, apalagi yang ekstrim sampai menghalalkan darah orang yang mereka anggap kafir. Seolah ketika mereka menuding seorang kafir berarti boleh dibunuh, jadi ada pergesaran makna yang diakibatkan kaum takfiry ini, mereka itulah musuh kita bersama, bukan musuh Islam saja, tapi musuh kemanusiaan. Wallahu A'lam..

Sumber FB : Serambi Salaf

15 Januari 2022 pada 19.24  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Syarat Kafir Dalam Islam dan Bahaya Kaum Takfiry - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan Taufiq Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®