Salafi Wahhabi menyelisihi Sunnah.
Oleh : Rahmat Taufik Tambusai
Ketika terjadi wabah, umat islam berlomba - lomba membuka lembaran ayat dan hadits untuk mengetahui pedoman dan tuntunan yang diajarkan oleh nabi dalam menghadapi situasi wabah.
Karena umat islam meyakini bahwa agama islam merupakan agama yang sempurna, yang terhimpun didalamnya aturan - aturan untuk kebaikan manusia.
Begitu juga seharusnya ketika Salafi wahhabi membuat opini, " jika ingin belajar agama ke madinah, jika bingung melihat islam yang beraneka ragam, maka carilah islam di madinah. "
Maka sebagai Umat islam yang cerdas akan mempertanyakannya, Apakah sudah benar pernyataan mereka tersebut, apakah sudah sesuai dengan sunnah ? atau hanya akal akalan mereka saja.
Karena patokan dan pedoman kita dalam beragama menggunakan sunnah nabi, maka pernyataan tersebut harus ditimbang kebenarannya dengan Sunnah nabi.
Jika klaim tersebut tidak benar, berarti mereka mengada - ngada dalam urusan agama, maka itu termasuk klaim palsu yang dilarang oleh agama.
Dan kenyataannya, setelah ditelusuri dari sunnah nabi tidak ada satu pun hadits, yang menyatakan bahwa belajar agama harus ke madinah atau berguru kepada orang yang pernah belajar ke madinah.
Sebab, jangankan hadits yang secara langsung menyebutkannya, dalam bentuk isyarat dari nabi pun tidak ada dijumpai.
Jika ada satu isyarat saja dari nabi, maka ulama otoritatif dibidang hadits, tafsir, fiqih dll akan berbondong bondong untuk menetap di madinah, tetapi sejarah telah mencatat, dari ulama mujtahid mutlak sampai mujtahid mazhab, mayoritas mereka menetap dan meninggal di luar kota madinah.
Dan setau penulis, Nabi tidak pernah menjadikan daerah dan tempat sebagai patokan baiktidaknya keislaman seseorang, apa lagi alumni tertentu, termasuk alumni madinah, karena zaman nabi belum ada universitas, ditambah tidak ada isyarat dari hadits nabi akan munculnya universitas di madinah yang akan memurnikan ajarannya di kemudian hari.
Adapun pedoman yang diajarkan nabi kepada umat islam, Pada saat terjadi banyaknya kelompok dan aliran yang mengaku paling nyunnah, paling memahami syariat dan merasa di atas kebenaran, adalah bergabung dan mengikuti mayoritas ulama dan umat islam pada saat itu.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi yang berbunyi :
إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلَافًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat di atas kesesatan. Maka apabila kalian melihat perselisihan, wajib atas kalian mengikuti golongan yang paling banyak (mayoritas).” (HR. Ibnu Majah : 3950). Imam Suyuti menilainya shahih.
Dalam hadits diatas dengan sangat jelas nabi memerintahkan, jika menjumpai banyaknya perselisihan antar umat islam, maka bergabunglah dengan yang mayoritas.
Nabi tidak ada menyuruh carilah alumni madinah belajarlah kepada mereka atau datanglah ke madinah untuk menuntut ilmu kepada ulamanya.
Yang disuruh dalam hadits nabi adalah bergabung dengan mayoritas, yang mayoritas dari dahulu sampai hari ini adalah pengikut Imam Abu Hasan Asyari dan Abu Mansur al Maturidi dalam akidah, pengikut Imam Abu hanifah, Malik, Syafii dan Ahmad bin hanbal dalam Fiqih, dan pengikut Abu Junaid al Bagdadi dan Al Ghozali dalam tasawuf, yang dikenal dengan Ahlus sunnah wal jamaah.
Kenapa Nabi tidak menjadikan daerah sebagai patokan tempat belajar syariat islam ? karena jika daerah dijadikan sebagai patokan, maka akan melahirkan fanatik kedaerahan.
Kemudian akan dijadikan sebagai alat doktrin untuk membenarkan kelompok dan aliran tertentu.
Selanjutnya melahirkan sifat berbangga bangga, sombong dan ujub, sehingga antara satu daerah dengan daerah lain saling merendahkan, yang berakhir permusuhan diantara umat islam.
Kesimpulan yang bisa diambil dari hadits diatas :
1. Apapun dalih dan dalil mereka untuk menarik simpati orang awam, jika mereka minoritas dan sedikit maka tidak bisa dijadikan pedoman.
2. Walaupun ibadah mereka rajin, masjid mereka megah, sekolah mereka mewah dan titel guru mereka syekh, doktor, dan profesor sekali pun, jika mereka sedikit di dunia ini, maka tidak bisa dijadikan ajuan kebenaran.
3. Walaupun mereka berkoar - koar mengaku paling nyunnah, menghiasi bibir dengan ayat dan hadits nabi, dan penampilan islami sekalipun, jika mereka sedikit maka tidak bisa dijadikan pedoman kebaikan.
4. Pedoman yang dijadikan ajuan oleh nabi adalah mayoritas ulama dan umat islam diatasnya.
Jika hari ini mayoritas ulama membolehkan maulid nabi, talqin dan baca al Quran di kuburan, zikir dan doa berjamaah, tahlilan, yasinan, maka ikutilah mereka, karena yang memerintahkannya nabi Muhammad, " ikutilah mayoritas. "
Terakhir, jika salafi wahhabi tetap menviralkan opini tersebut sebagai patokan dalam beragama, berarti mereka telah menyelisihi sunnah nabi, ditambah jumlah mereka sangat amat sedikit di dunia.
Dalu - dalu, 12 Januari 2022
Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa
12 Januari 2022 ·