Memahami Al-Quran kalau baru sampai terjemahannya saja memang bisa fatal akibatnya, karena terjemah itu punya banyak keterbatasan.
Terlalu banyak informasi yang belum terungkap dari suatu ayat, kecuali setelah kita buka kitab tafsir para ulama.
Memahami Hadits Nabawi kalau baru sampai terjemahannya sajs memang bisa fatal akibatnya, karena terjemah itu punya banyak keterbatasan.
Terlalu banyak informasi yang belum terungkap dari suatu hadits, kecuali setelah kita buka kitab syarah hadits para ulama.
Maka slogan 'Kembali Kepada Quran Sunnah' harus dipahami sebagai : kembali kepada kitab tafsir dan kitab syarah hadits.
Jangan pernah terbersit dengan pemahaman sempit : kembali kepada terjemahan Quran dan terjemahan hadits.
Bukan apa-apa, tapi terjemahan itu bukan Al-Quran. Mana ada ceritanya Jibril turun bawa Quran terjemahan? Mana ada Nabi SAW membagi-bagikan terjemahan hadits?
Terjemahan itu adalah interpretasi si penerjemah. Sebatas apa yang dia pahami saja.
Tapi bukankah tafsir dan syarah juga hasil interpretasi manusia juga?
Ya benar sekali. Tapi ada beda yang amat nyata antara terjemah dengan tafsir dan syarah.
Tafsir itu punya ruang yang lebih luas. Rinciannya bahwa di dalam tafsir itu :
1. Ada penjelasan makna kata per kata (mufradat). Asal muasal suatu kata dan makna yang saling berbeda di tiap ayat.
Sementara penjabaran macam ini tidak ada di terjemahan.
2. Ada penjelasan gramatika dan struktur kalimat. Sehingga kita bedakan mana mubtada' mana khabar, mana fi'il, fa'il, maf'ul. Kira-kira dijelaskan mana subjek, predikat, objek.
Tidak ada penjelasan macam ini dalam terjemahan.
3. Ada penjelasan latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul). Kapan dan dimana turunnya serta peristiwa yang melatar-belakangi turunnya, semua ada informasinya.
Tapi semua gelap kalau hanya mengandalkan terjemahan.
4. Ada penjelasan hubungan suatu ayat dengan ayat lain atau hubungan suatu surat dengan surat lain (munasabah).
Tidak ada informasi apapun di terjemahan.
5. Ada penjelasan hubungan ayat ini dengan hadits-hadits nabawi bahkan juga sejarah nabi SAW.
6. Ada penjelasan terkait kontek suatu ayat (siyaq).
7. Ada penjelasan terkait apakah ayat itu masih berlaku atau sudah dihapus (nasakh mansukh).
8. Ada penjelasan terkait kandungan hukum dan rinciannya,
9. Ada penjelasan terkait berbagai hikmah yang terkandung di tiap ayat.
Dan masih banyak lagi penjelasan-penjelasan lainnya, dimana semua itu tidak akan muncul kalau hanya baca terjemahan saja.
Dalam kitab tafsir, satu ayat bisa membutuhkan berlembar-lembar halaman. Sedangkan dalam terjemah, panjangnya ayat setara dengan panjangnya terjemah.
Jadi jelas sekali perbedaan tafsir dan terjemah, bukan?
Pertanyaannya : Sudah punya koleksi kitab tafsir? Sudah punya koleksi kitab syarah hadits?
Kalau belum ya tidak apa-apa juga. Tapi sekedar saran, sebaiknya Anda jangan banyak bicara tentang ayat Al-Quran, kalau tidak tahu apa-apa tentang tafsir ayat itu.
Dan jangan coba-coba mendebat para ahli tafsir, padahal Anda sendiri cuma bermodal terjemahan. Apalagi kalau cuma modal bisa membunyikan dan menghafal doang.
Sebaiknya duduk manis saja, diam dan dengarkan. Tahan saja syahwat kejahilan untuk tidak usah dipamer-pamerkan. Nanti kelihatan bodohnya dan malah ketahuan orang banyak.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
8 Oktober 2020 pada 07.40 ·