by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Kalangan yang baru melek agama biasanya sering banget terjebak dengan kerancuan istilah yang satu ini : SUNNAH.
Sebuah istilah yang banyak digunakan di berbagai disiplin ilmu, namun seringkali diselewengkan makna dan pengertiannya oleh kalangan yang tidak bertanggung-jawab. Sehingga muncul istilah 'sunnah' di luar dari apa yang selama ini sudah lazim digunakan.
Lalu muncul istilah baru yang belum pernah terdengar dalam sejarah : pakaian sunnah, masjid sunnah, nikah sunnah, atau makanan sunnah. Seakan-akan yang tidak dilabeli dengan istilah sunnah langsung terpapar tidak sunnah, alias tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Dan tujuannya memang hanya bikin sensasi belaka demi menyebarkan fitnah kesesatan di tengah umat Islam. Mereka mengemas istilah SUNNAH dengan pengertian yang bukan pada tempatnya.
Tujuannya sekedar menghidup-hidupkan perbedaan pendapat di tengah umat, sembari meleparkan cacian, makian, dan hinaan kepada sesama muslim.
Dan dalam skala tertentu bertujuan untuk meruntuhkan bangunan ilmu-ilmu keislaman, serta merontokkan kehormatan para ulama Islam yang agung.
Kebetulan plintiran istilah sunnah ini menyerang mereka yang sangat awam dengan agama, tapi punya semangat membabi-buta. Mereka inilah yang kemudian mencaci maki para ulama dengan tuduhan 'tidak sesuai sunnah'.
Padahal sebenarnya yang dia bilang tidak sunnah itu cuma masalah khilafiyah sederhana. Memang wilayah yang sangat dimungkinkan kita berbeda pendapat.
Lucu-lucu dan aneh-aneh ulahnya. Mereka menciptakan desain pakain unik, yaitu celana panjang yang dipotong sampai tinggi setengah lutut alias cingkrang. Lalu bisnis dan jualan sambil sebar dusta dan kedunguan dengan mengatakan inilah pakaian sunnah. Kalau tidak kayak gini tidak sunnah.
Mereka bikin kajian yang dihadiri banyak orang, sehingga pundi-pundi kotak amalnya penuh. Sembari mencaci maki pengajian yang lain dengan menuduh yang lain itu tidak sunnah.
Sebagian menangguk untung secara masalah ekonomi, meski sebagian lagi sekedar karena awam dan polos. Sejak kecil tidak pernah ketemu kajian agama yang berbobot, maka rentan dikibuli dengna istilah-istilah keren : SUNNAH.
Sebuah kejahilan yang teramat akut, tapi rupanya cukup merata di kalangan mereka yang baru melek agama.
* * *
Penggunaan Istilah Sunah Yang Baku
Biar tidak bingung, coba saya uraikan sedikit penggunaan istilah sunnah yang sudah baku dan lazim di dalam literatur keilmuan Islam. Setidaknya kita menemukan 3 istilah sunnah dalam 3 cabang ilmu keislaman, tentu dengan makna dan definisi yang berbeda-beda.
1. Sunnah Menurut Ilmu Ushul Fiqih
Menurut disiplin Ilmu Ushul Fiqih, sunnah adalah :
ما ورد عنِ النّبِيِّ مِن قولٍ أو فِعلٍ أو تقرِيرٍ
Segala yang diriwayat dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir (sikap mendiamkan sesuatu yang dilihatnya).
Dengan kata lain, pengertian sunnah menurut disiplin ilmu ushul fiqih sama dengan pengertian hadits dalam ilmu hadits.
Rasulullah SAW pernah menggunakan istilah sunnah dengan maksud untuk menyebutkan sumber kedua dari agama Islam.
لقد تركتُ فِيكُم أمرينِ لن تضِلُّوا أبدًا ما إِن تمسّكتُم بِهِما: كِتاب اللهِ وسُنّةِ رسُولِهِ
Sungguh telah aku tinggalkan dua hal yang tidak akan membuatmu sesat selama kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah rasulnya. (HR Malik)
2. Sunnah Menurut Ilmu Fiqih
Jangan samakan istilah sunnah dalam ilmu ushul fiqih dengan pengertian sunnah menurut ilmu fiqih , karena makna dan ruang lingkupnya jadi berbeda 180 derajat. Dalam Ilmu Fiqih, Sunnah adalah :
ما يُثابُ فاعِالُهُ ولا يُعاقبُ تارِكُهُ
Segala tindakan dimana pelakunya mendapat pahala dan yang tidak melakukannya tidak berdosa.
Para ahli fiqih sering menggunakan istilah sunnah sebagai nama dari suatu status hukum. Misalnya ada shalat fardhu dan ada shalat sunnah.
Shalat fardhu itu bila dikerjakan akan mendatangkan pahala sedangkan bila tidak dikerjakan akan mendatangkan dosa. Sedangkan shalat sunnah bila dikerjakan mendapatkan pahala tapi bila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Dari perbedaan definisi sunnah di atas, kita harus membedakan antara sunnah Nabi dengan perbuatan yang hukumnya sunnah.
Kita ambil contoh yang mudah. Nabi SAW disebutkan dalam banyak hadits punya penampilan yang khas, seperti berjenggot, berjubah, bersorban, pakai selendang hijau, berambut panjang, berpegangan pada tongkat saat berkhutbah, makan dengan tiga jari, mengunyah 33 kali, beristinja’menggunakan batu, minum susu kambing mentah tanpa dimasak yang diminum bersama banyak orang dari satu wadah, mencelupkan lalat ke dalam air minum, dan banyak lagi.
Semua itu kalau dilihat dari pengertian sunnah dalam ilmu ushul fiqih, memang merupakan perbuatan Nabi SAW. Akan tetapi kalau dilihat dari Ilmu Fiqih, meski sebuah perbuatan itu dilakukan oleh Nabi SAW, secara hukum belum tentu menjadi sunnah yang berpahala bila dikerjakan.
Kadang perbuatan Nabi SAW secara hukum menjadi wajib bagi umat Islam, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, berhaji ke Baitullah, dan lainnya.
Tetapi perbuatan Nabi SAW hukumnya hanya menjadi sunnah, seperti shalat Tahajjud, shalat Dhuha, puasa Senin Kamis, puasa hari Arafah, puasa 6 hari bulan Syawwal dan lainnya. Bila seorang muslim mengerjakannya tentu mendapat pahala, tetapi bila tidak dikerjakan, dia tentu tidak akan berdosa, karena hukumnya sunnah.
Kadang perbuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW malah haram hukumnya bagi umat Islam, misalnya ketika Nabi SAW berpuasa wishal, yaitu puasa yang bersambung-sambung beberapa hari tanpa berbuka. Juga haram hukumnya bagi umat Islam untuk beristri lebih dari 4 orang, padahal beliau SAW beristrikan 11 wanita.
Dan dalam beberapa kasus, kadang apa yang dihalalkan buat umat Islam justru diharamkan bagi Rasulullah SAW dan keluarga beliau, misalnya menerima harta zakat.
Maka bisa kita simpulkan bahwa sunnah Nabi SAW dalam arti perbuatan beliau belum tentu lantas hukumnya menjadi sunnah juga buat umatnya.
3. Sunnah Menurut Ahli Kalam
Para ulama ahli kalam juga sering menggunakan istilah sunnah untuk menyebutkan kelompok yang selamat aqidahnya, sebagai lawan dari aqidah yang keliru dan sesat.
Mereka menggunakan istilah ahlussunnah, untuk membedakan dengan ahli bid’ah, yang maksudnya adalah aliran-aliran ilmu kalam yang dianggap punya landasan aqidah yang menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat.
Maka kita mengenal istilah ’sunni’ untuk umat yang beraqidah lurus dan seusai dengan ajaran Nabi SAW, dan membuat istilah syi’ah, muktazilah, qadariyah, jabariyah, khawarij, dan lainnya untuk menegaskan bahwa aliran-aliran itu tidak sesuai dengan apa yang disunnahkan oleh Nabi SAW.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
28 Maret pukul 10.54 ·
kajian sunnah tarakan