Fiqih Muwazanat
Fiqih ahkam yang di kuasai seorang da'i terkadang belum cukup tatkala tengah menghadapi umat. Fiqih qouly yang ia hafal semestinya dikawal dengan 6 jenis fiqih di bawah ini yaitu fiqih muwazanat, fiqih awlawiyyat, fiqih maqosid, fiqih ikhtilaf, fiqih waqi' dan fiqih Sunnah. Enam jenis fiqih di atas ibarat partikel yang saling mengikat satu sama lain.
Umpama fiqih muwazanat. Da'i di tuntut mampu membedakan antara maslahat dan mudhorot, mendahulukan maslahat umat ketimbang pribadi, memprioritaskan maslahat yang lebih banyak dari pada maslahat yang sedikit, membela maslahat yang lebih awet dan langgeng dari pada hanya maslahat yang sepintas lewat, mengutamakan mudhorot yang sedikit ketimbang mudhorot yang lebih banyak.
Contoh tathbiq fiqih muwazanat. Ketika da'i mengajak orang-orang kaya bersedekah, tentunya da'i tersebut harus bekerjasama dengan fiqih awlawiyyat (prioritas) dan fiqih waqi' (realita), jika tidak orang kaya akan kehilangan jarum kompas sedekah, dipastikan ia akan sembarang mengalokasikan hartanya. Benar, walau tetap masuk kategori sedekah dan terhitung area fisabilillah dalam sorot fiqih ahkam, tapi si kaya tadi kehilangan peta akurat dalam mendekatkan diri kepada Allah, dalam ranah ini patut dicurigai, sangat rawan ibadah seorang dikendalikan bisik tipu daya nafsu, karena tak berpondasikan ilmu yang mumpuni.
Lebih spesifiknya begini, contoh real di wilayahku, bangunan masjid tegak berdiri dimana-mana, tapi sayangnya terus membangun dan lagi lagi membangun di beberapa tempat yang mana di samping kanan kirinya masih terdapat masjid. Bukan tanggung-tanggung, biaya yang di anggarkan pukulan milyar, sementara tetangganya terdapat kaum dhuafa yang tak terurus, anak yatim yang terlantar kehilangan biaya pendidikan. Benar kata imam Al-Ghazali ciri khas masjid di bangus atas asas riya' adalah megah kurang megah di bangun sementara faqir miskin tak terlirik di sekitarnya.
Contoh lain, memotivasi orang kaya agar sering sering berangkat umroh. Lumayan, dari pada cuma di buatnya memperluas sawah ladang, atau hanya kisaran memperkilat mobil dan mempermegah rumah, ma la yudroku kulluhu la yutroku kulluhu deliknya. Coba ajak mereka memfasilitasi pengajian rutin halal haram di kampung mereka, cari guru yang mumpuni, bayar dengan layak, gerakkan masyarakat, siapkan akomodasi yang menantang menarik minat umat. Cari anak-anak yang sedia sekolah pesantren, transfer uangnya, kirim rutin tiap bulan. Itu guru guru agama honorer, yang nasib hidupnya di ujung tanduk. Gajinya, jangankan buat makan, buat biaya transportasi bensin pulang pergi saja masih ngepress kekurangan.
Membantu mereka di atas jauh lebih bermanfaat dari pada terus mendesak dan memaksa para jutawan agar berkali kali berangkat umroh. Kapan lagi berangkat, sayang lho duit banyak tapi gak pernah ke tanah suci, pahala besar lho, bisa arbain di masjid Nabawi, ziarah makam nabi, berkunjung tempat bersejarah. Meminjam istilah Syaikh Yusuf al-qorodhowi, orang kaya sekarang lebih suka membangun batu ketimbang membangun generasi umat yang tangguh.
Wahai si kaya. Esok atau lusa, jangan kau mengeluhkan nasib desamu. Bodoh bodoh, jauh dari agama, pemaksiat, pengedar narkoba, guru agamanya sibuk memikirkan nasib keluarga yang serba minus hingga kurang meluangkan waktu menyalurkan ilmunya. Wahai kaya, aku khawatir di mahsyar esok, jangan jangan kaulah diantara orang yang paling bertanggungjawab atas semua kemunduran ini 💪💪💪
Sumber FB Ustadz : Mhizqil Iqozhimamb