Kenapa Paham Ekstrem Lebih Disukai?
Menurut penelitian, rata-rata orang yang baru berproses untuk memperbaiki diri dan mencari kebenaran (baca ; hijrah), atau ingin berpindah dari suatu pemahaman yang menurutnya menyimpang, (pada awal-awalnya) akan lebih cenderung untuk menyukai dan mengikuti suatu pemahaman yang bersifat ekstrem (ghuluw) daripada yang i’tidal (moderat). Dengan pemahaman ekstrem tersebut, mereka akan merasa lebih “benar-benar” berpindah dan menemukan sesuatu yang yang baru yang mereformasi apa yang sebelumnya mereka yakini.
Ibarat keluar dari mulut buaya, masuk ke dalam mulut singa. Maksud hati ingin lebih baik, tapi nyatanya justru terjerembab di tempat yang lebih parah. Kata sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, ; “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namum tidak pernah mendapatkannya.”(Sunan Ad-Darimi ; 210). Di saat itu, mereka akan menilai pemahaman moderat sebagai sikap bergampangan (tidak serius atau mencla-mencle) dalam beragama.
Syekh Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) rhm dalam “Ulumul Hadits”, hlm. (4) berkata :
من المعروف في سنن الاجتماع أن كل طائفة قوي شأنها وكثر سوادها، لا بد أن يوجد فيها الأصيل والدخيل، والمعتدل والمتطرف، والغالي والمتسامح، وقد وجد بالاستقراء أن صوت الغالي أقوى صدى وأعظم استجابة؛ لأن التوسط منزلة الاعتدال، ومن يحرص عليه قليل في كل عصر ومصر، وأما الغلو فمشرب الأكثر، ورغيبة السواد الأعظم
“Dimaklumi, merupakan sunah (ketentuan) pada suatu perkumpulan banyak orang, bahwa setiap kelompok atau komunitas yang posisinya kuat dan banyak pengikutnya, di dalamnya pasti akan didapatkan orang yang benar-benar komitmen dan penyusup, orang yang moderat dan radikal, serta orang yang ekstrem dan toleran. Menurut penelitian, suara orang yang ekstrem, gaungnya lebih kuat dan lebih banyak disambut oleh manusia. Karena moderisasi, terletak pada sikap pertengahan. Di setiap masa dan tempat, orang yang semangat kepadanya (sikap moderat) sangat sedikit. Adapun sikap ekstrem, maka merupakan kecenderungan kebanyakan orang.” –selesai kutipan--
Namun, paham ekstrem ini akan disukai oleh orang banyak pada awal-awalnya saja. Karena jika mereka mendapatkan taufiq dari Allah untuk terus belajar dan bermushahabah (bersahabat) dengan orang-orang yang berilmu, akan segera menyadarinya untuk kemudian kembali ke jalan Islam yang wasathiyah dan i’tidal (tengah dan moderat). Hanya saja, waktu masing-masing orang akan berbeda. Ada yang cepat, sedang, lambat, dan ada yang lambat sekali. Bahkan mungkin ada yang sampai wafat belum menyadarinya. Wabillahit taufiq.
(Abdullah Al-Jirani)
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
11 Juni 2022 pada 06.53 ·