Beragama : Antara Ketaatan dan Fanatisme

Beragama : Antara Ketaatan dan Fanatisme - Kajian Islam Tarakan

Beragama : Antara Ketaatan dan Fanatisme

By. Ahmad Sarwat, Lc.MA

Kita sepakat bahwa dalam menjalankan agama harus sepenuh ketaatan namun sekaligus juga harus menghindari fanatisme. 

Lalu bagaimana cara kita membedakan antara ketaatan beragama dengan fanatisme? 

Soalnya buat sebagian kalangan, keduanya nampak serupa tanpa ada bedanya. Seperti sulitnya membedakan orang Korea, China, Jepang dan Taiwan. 

Karena sulitnya itulah seringkali niatnya kita mau taat beragama, tapi jatuhnya malah fanatisme tak karuan. 

Namun bagi mereka yang sudah ekspert, mudah saja membedakan mana ketaatan beragama dan mana fanatisme beragama.

Padahal membedakan keduanya mudah, cukup dilihat dari ciri fisiknya saja pun bisa. Mudah dan gampang kalau sudah tahu jurusnya.

Pertama, orang yang taat beragama umumnya berangkat dari landasan ilmu yang matang atas hukum syariatnya.

Contohnya ketika menjalankan shalat lima waktu misalnya, tidak seradak-seruduk pembawaannya. Sebab dia tahu mana yang rukun, mana yang sunnah dan mana yang khilafiyah. 

Sebaliknya orang fanatik beragama umumnya jahil, bodoh, tidak punya dasar keilmuan di bidang hukum syariah. Maka ketika dia beragama, jatuhnya malah jadi fanatisme yang tidak jelas ujung pangkalnya. 

Yang Sunnah jadi wajib. Yang wajib malah ditinggalkan. Dan perbedaan khilafiyah dijadikan bahan untuk memusuhi sesama kaum muslimin. 

Contoh paling parah misalnya meributkan shalat itu harus khusyu', shaf harus rapat, speaker kudu nyaring, padahal shalatnya tidak wudhu', malah diganti tayammum. 

Lucunya tayammumnya pun malah tidak pakai tanah, cuma sebatas pantomim saja teplak teplok di tembok. 

Padahal kalau tahu ilmunya, khusyu' itu bukan termasuk rukun shalat, sehingga tidak khusyu' pun shalat tetap sah. 

Rapat dan lurusnya shaf juga tidak termasuk rukun shalat, hanya sebatas kesempurnaan saja. Tidak rapat dan tidak lurus pun sah-sah saja. 

Apalagi urusan speaker, malah tidak ada perintahnya sama sekali. Shalat tidak pakai speaker pun jadi lah. 

Tapi kalau shalat tidak wudhu', lalu tiba-tiba main  tayammum saja, jelas tidak dibenarkan. Selagi masih ada air, tayammum masih belum dibenarkan. 

Apalagi tayammumnya malah tidak pakai tanah, lebih masalah lagi jadinya. Tayammum hanya teplak teplok tembok, tidak ada tanah, debu atau apapun. Temboknya bersih, licin dan steril. 

Ini baru sampai bab shalat, belum sampai bab Muamalat, apalagi jihad. Kalau mau jadi orang yang taat beragama, kuncinya belajar dulu ilmu fiqihnya sebelum berfanatisme ria.

Sumber Ustadz FB : Ahmad Sarwat

20 Juni 2022 pada 15.54  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Beragama : Antara Ketaatan dan Fanatisme - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan Taufiq Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®