= Kapan Sebuah Amal Bisa Dianggap Bid'ah? =
"Ustad, kalau amalan seperti itu, bukankah bid'ah?"
Tidak satu-dua jamaah yang bertanya seperti ini kepada saya, setelah saya menjelaskan masalah khilafiyah beserta argumen masing-masing. Niatnya ya untuk mendamaikan, sehingga bisa toleran.
Kalau yang sudah moderat dari awal, tentu menerima.
Yang susah adalah jamaah yang sudah terpapar, mereka akan lakukan klarifikasi, bukankah amalan khilafiyah yang saya jelaskan itu adalah bid'ah, sebagaimana yang mereka dengar dari beberapa orator mimbar.
Kalau bid'ah dibahas di majlis taklim, tentu asyik. Definisi dan klasifikasinya, mulai dari yang kita dapati dari Syd Umar bin Khatthab, Imam Syafi'i serta Imam Ibnu Hajar Asqalan, atau yang keras sekalipun seperti Imam Syathibi, bisa dibahas secara tuntas. Namun sekarang saya berada di majlis umum, dengan jamaah awam. Maka saya harus memberikan penjelasan yang ringan namun tetap tepat sasaran.
Jika ta'rif tidak mempan, maka kita harus menggunakan taqrib.
"Bapak, ibu, bid'ah itu sejatinya adalah segala apa yang menyalahi AJARAN Rasul. Dengan kata lain, kalaupun ada sebuah amalan yang TIDAK DOCONTOHKAN oleh Rasul, namun amal tersebut masuk ke dalam luas dan luwesnya AJARAN Rasul, maka amal itu bukanlah bid'ah," saya membuka jawaban.
"Simpelnya begini. Saat kita akan mendapati sebuah amalan, maka coba bayangkan bahwa Nabi ﷺ sedang bersama kita, turut melihat amal yang kita lihat tersebut. Coba perkirakan, kira-kira Nabi akan marah atau tidak? Jika Nabi sekiranya akan marah, maka itulah bid'ah!"
"Sekarang, coba bayangkan jika Nabi melihat ibu-ibu berkumpul membaca Yasin di malam Jumat, kira-kira Nabi marah atau tidak?" tanya saya.
"Tidaak!" jawab para jamaah.
"Berarti itu bukan bid'ah," saya timpali.
"Kalau misalkan Nabi melihat bapak-bapak berkumpul membaca salawat, atau memperingati maulid Nabi dengan mempelajari sirah hidup beliau, sekalian makan-makan, kira-kira Nabi akan marah tidak?"
"Tidaak!" lagi-lagi jawaban para jamaah.
"Berarti itu bukan bid'ah!" saya tegaskan.
"Sekarang, bayangkan jika Nabi melihat ada sekelompok umatnya yang bergeriliya dari masjid ke masjid, mengultimatum pengurusnya untuk mengganti amaliah masjid, membalcklist ustadz yang berbeda dalam hal furu', menghasut para jamaah untuk mengadu domba dan membenci ulama, ataupun menyifati Allah dengan sifat fisikal karena salah memahami ayat, kira-kira, Nabi marah atau tidak?" tanya saya kemudian.
"Tentu Nabi akan marah, Ustaz!" jawab para jamaah.
"Nah, itulah bid'ah!" pungkas saya.
"Maka kita harus pahami, mana contoh Nabi, dan mana ajaran Nabi. Contoh Nabi terikat dengan waktu dan tempat beliau saat itu. Namun ajaran Nabi itu berlaku dimanapun, kapanpun!"
***
Ini era keterbukaan informasi, sehingga tidak ada lagi kaji tertutup. Namun meskipun begitu, memahami pola penangkapan pendengar itu penting, sehingga bahasa yang mudah harus digunakan.
حدثوا الناس بما يعرفون أتريدون أن يكذب الله ورسوله. (الإمام علي كرم الله وجهه)
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik..
Sumber FB Ustadz : Fakhry Emil Habib
21 Februari 2022 pukul 7.55 am