RUANG DISKUSI
Beberapa kali saya mencoba membuka diskusi seputar masalah khilafiyyah dan bagaimana adab dalam menyikapinya dengan beberapa ustad yang berafiliasi kepada komunitas tertentu (tidak perlu disebutkan nama dan afiliasinya). Mereka-mereka ini rata-rata pernah belajar ke luar negeri atau minimal pernah ‘ngampus’ di Indonesia. Biasanya, saya berusaha untuk memancing dengan mengajukan beberapa pertanyaan, di mana jawaban mereka nanti akan menjadi gambaran bagi saya seperti apa pemahamannya dan apakah diskusi masih memungkinkan untuk dilanjutkan atau tidak.
Ternyata, hasilnya cukup mencengangkan di luar espektasi saya. Masih cukup banyak dari mereka (walau tidak semuanya) yang pemahamannya masih kaku sekali. Mereka menolak fakta adanya khilafiyyah. Ada yang menolak secara terang-terangan dengan menyatakan “Tidak ada masalah khilafiyyah-khilafiyyahan, titik !”. Ada juga yang menolak dengan cara halus. Maksudnya, lisanya mengakui fakta khilafiyyah itu ada, tapi mengklaim pendapat mereka sebagai kebenaran mutlak yang bersifat qath’i (pasti), yang mengharuskan siapa saja yang menyelisihinya harus salah dan sesat. Tidak ada ruang untuk berbeda pendapat sama sekali.
Dari sisi penyikapannya pun cukup memprihatinkan. Berbagai masalah yang jelas terbukti sebagai khilafiyyah (diperselisihkan oleh para ulama) dan furu’ (cabang) agama, ditolak dan disikapi sebagai masalah yang mujma alaihi (disepakati) dan ushul (prinsip agama). Bahkan tak jarang masail yang jelas-jelas hukumnya mubah (boleh) sekalipun, disikapi ‘seolah’ sebagai perkara yang haram.
Bertolak dari pemahaman yang seperti ini, maka siapapun yang berbeda pendapat akan disikapi sebagai rival (musuh), bisa jadi dianggap menyimpang atau paling parahnya dikafirkan. Mereka juga anti persatuan. Kalaupun menyerukan persatuan, maknanya “persatuan di atas pendapat mereka”. Persatuan di luar konteks ini diklaim sebagai persatuan yang sia-sia.
Seolah-olah, semua masalah agama itu sifatnya ushul (prinsip), tidak ada yang furu’ (cabang). Seolah-olah, semua masalah agama itu sifatnya mujma alaihi (disepakati), tidak ada yang mukhtalaf fiihi (yang diperselisihkan). Padahal fakta adanya khilafiyyah dan pembagian masalah diniyyah menjadi ushul dan furu’, terdokumentasikan dengan baik di kitab-kitab turats yang bisa dibaca dan dibuktikan oleh siapapun.
Saya jadi berfikir, jika ustad-ustadnya saja masih begini cara berfikirnya, maka bisa dibayangkan bagaimana kondisi jama’ahnya. Tentu lebih keras dan kaku lagi. Jika ustad-ustadnya saja yang kita anggap lebih berilmu kondisi seperti ini, maka bisa dibayangkan bagaimana kondisi orang awamnya. Tentu lebih memprihatinkan lagi. Jika ustad-ustadnya saja yang kita harapkan bisa diajak diskusi secara ilmiyyah seperti ini pemahamannya, maka bisa dibayangkan bagaimana kondisi pengikutnya. Tentu lebih tidak memungkinkan lagi.
Akhirnya, diskusi pun amat sulit untuk dilanjutkan. Kalaupun dipaksakan, hanya akan menjadi ajang debat kusir dan permusuhan yang tak berujung. Agar lebih aman dan untuk menjaga hati, kita mengamalkan hadis Nabi Saw yang berbunyi :
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
Artinya : “Aku menjamin dengan sebuah istana di sekitar Surga bagi seorang yang mau meninggalkan perdebatan walaupun dia dalam posisi yang benar.” (HR. Abu Dawud dan selainnya dari sahabat Abu Umamah ra).
Dakwah masih panjang, kawan. Perlu ketelatenan dan kesabaran yang ekstra. Jangan putus asa dan mundur ke belakang. Mari, kita terus berusaha untuk memberi pencerahan kepada umat sekemampuan kita masing-masing.
Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita sekalian. Amin.
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
17 Januari 2022 pukul 07.50 ·
beberapa komentar :
Yani Abdullah
Yang paling sering adalah klaim bahwa siapa yang berbeda pendapat dengan Ustadznya maka dikesankan seolah olah menyelisihi Al-Quran dan Sunnah 😂
Siapa yang menyelisihi pendapatnya, dikesankan memusuhi dakwah sunnah dan dakwah tauhid.
Tapi jika kita kasih bukti bahwa diantara ustadz mereka pun saling ikhtilaf, barulah ini yang dinamakan KHILAFIYAH, dengan alasan para Sahabat saja juga berbeda pendapat 🤣
Imran Amri
Pecahan salafiy di Indonesia awalnya adalah Kubu yg sekarang ngelink ke radio Rodja VS Yamani secara umum. Lalu kubu Yamani pecah lagi, banyak sebab diantaranya masalah boleh atau gknya menggunakan Yayasan dakwah. Satu kubu mengharamkan mutlak & menganggapnya bid'ah yg sesat satu lagi membolehkan, ditambah muncul konflik Yaman setelah Dammaj diserang Houthi.
Setidaknya kubu Yamani pecah ada kubu yg link ke Syaikh Yahya Al-Hajuri ini kubu haram Yayasan, tokohnya di Indonesia kayak Abu Hazim Magetan, Abu Turob Bengkulu & Siddiq Al-Bughisi. Kubu yg linknya ke radio RII (Radio Islam Indonesia) ini yg bolehin Yayasan ulama rujukannya kalau di Yaman kayak Syaikh Munir As-Sa'di, kemudian yg di Saudi kayak Syaikh Robi' Al-Madkholi, Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkholi, Syaikh Ubaid Al-Jabiri dll. Kubu 3 adalah Yamani yg pecah setelah konflik Dammaj dengan Syi'ah Houthi, kubu yg dukung Dammaj link Syaikh Yahya Al-Hajuri & kubu yg tidak mendukung linknya Syaikh Muhammad Al-Ma'bari atau dikenal dengan Muhammad bin Abdillah Al-Imam yg bikin perjanjian damai dengan Syi'ah Houthi. Kubu Al-Imam ini kalau di Indonesia tokoh2nya semisal Dzulqarnain Makassar & yg gabung sama Al-Madinah Grenjeng juga radio Syiar Tauhid.
Perpecahan gk berhenti sampai disitu kubu Yamani yg udah pecah 3 kubu pecah lagi setelah bergulirnya fitnah yg disebut Sho'afiqoh atau perseteruan antara Syaikh Robi' Al-Madkholi VS Syaikh Muhammad Al-Madkholi, sampai ke Indonesia berimbas juga & pecah kubu RII menjadi 2 satu masih bertahan dengan link RII satu pecah ke kubu Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan & TAS Riau dengan tokohnya Askari bin Jamal & Dzul Akmal Pekanbaru. Lalu tak lama beberapa tahun muncul lagi perpecahan di kubu RII antara kubu Jember VS Cirebon-Gresik, kubu Jember dengan Ma'had Minhajul Atsarnya atau dikenal Ma'had As-Salafy yg tokohnya Luqman Ba'abduh dengan kubu Cirebon-Gresik yg tokohnya Muhammad As-Sewed & Muhammad Afifuddin As-Sidawi.
Kemudian kubu yg link Syaikh Yahya Al-Hajuri pecah juga antara kubu yg membolehkan masalah TN (Tarbiyatun Nisa) masalan pondok khusus wanita, satu mengharamkan & membid'ahkan satu membolehkan. Yg mengharamkan mutlak kayak Siddiq Al-Bughisi sedangkan yg membolehkan Abu Hazim Magetan.
Begitulah perseteruan & perpecahan dikalangan Salafiy yg mana masing2 kubu mengklaim hanya dia yg Salafiy & masing2 saling melarang pengikutnya untuk ngaji ke kubu Salafiy lain, masing2 juga saling menyesatkan & membid'ahkan satu sama lainnya. Sedikit tambahan dari saya Ustadz Abu Ammar Al-Makki
Suwardi
Imran Amri,lalu siapakah yg salafy...??
Hendra Rustan Arwis
Imran Amri
Di balik perebutan gelar siapakah "salafi yang paling murni". Faktanya, semuanya adalah "khalaf".
Derry Bijak
Innaa Lillahi wa innaa Ilahi roji'uun
Musibah ini, sikap keras jadi saling bermusuhan, jika terhadap sesama mereka seperti ini, bagaimana dengan orang luar, diluar kelompok mereka
Icun Abra
Namun ada sebagain pengikutnya merasa playing victim: "Kenapa kami dimusuhi, padahal kami hanya berusaha mengikuti Quran dan Sunnah".
Mukti Ali
Ya Ustadz, pengalaman Pribadi, bertemu orang awam pengikut Ustadz mereka, kakunya minta ampun, apa-apa, kalo di ajak ngobrol, langsung vonis sana-sini. Bahkan orang tuanya sendiri pernah di tanya, " apa bapak orang Islam?" Hanya karena beda pemahaman keagamaan. Ngeri, padahal dia baru belajar agama dari radio dan you tube Milik " tetangga sebelah ".
Ayyas Kebuli Li
bahkan
. yang lebih parah...
mereka mengatakan.
hasil dari jualan saya adalah hasil yang haram.
karena dagangan saya kebanyakan yang beli orang2 hisbi dan teman saya orang2 menyimpang..
gila. ? ini agama apa yang mereka anut ustadz?
saya katakan dan jawab pda mereka :
hey.. ini perkara muamalah.. muamalah dunia jual beli.
boleh2 saja jual pda siapa saja dan beli pada siapa saja.. wong ini makanan halal.
kenapa hasilnya di anggap haram?
.
apakah orang seperti itu sudah ada kapling surga?
perkara muamah saja . anggapan mereka harus dengan yang satu manhaj. dan satu pemahaman.
Abu Ayash
Salim guru........
Ustadz ana senang dgn pandangan antm, jujur ana dulu kaku bahkan mudah mengkafirkan, waullahi antm orang yg mengajarkan ana utk lebih luwes dlm disiplin ilmu, terutama masalah khilafiyyah....jazakallah ustadz dari tulisan yg antm buat ana mendapatkan berkahnya, barokallahu fik yaa ustadzy
Moch Aziz Arief Sujatmiko
Fakta yang tak terbantahkan, dan inilah realita sebagian kita yang cukup disayangkan.