MODERAT
Ada beberapa pihak yang menilai bahwa saya dianggap lebih moderat dibandingkan yang lain. Saya kurang mengerti siapa yang dimaksud “yang lain” di sini. Maaf, penilaian ini sepertinya tidak tepat. Yang lebih tepat, saya masih dalam “usaha” untuk menjadi seorang muslim yang moderat. Usaha di sini menunjukkan kepada sebuah “proses”. Namanya juga proses, tentunya masih banyak kekurangan di sana-sini. Masih jauh dari ideal. Tapi, saya berkomitmen untuk terus berusaha menunju ke arah yang lebih baik.
Kalau ditanya, kenapa saya bisa menjadi seperti yang sekarang ini ? Mungkin karena beberapa hal, diantaranya ;
(1). Saya berusaha untuk membaca buku dari berbagai referensi yang ada sebanyak mungkin, tidak membatasi diri hanya buku-buku tertentu saja. Bahkan buku-buku yang dianggap ‘syubhat’ oleh sebagian pihak sekalipun. (namanya baru anggapan, kan tidak mesti benar. Apalagi ada indikasi bahwa pelebelan ‘syubhat’ di sini hanya semata isinya ada yang berbeda dengan pendapat mereka). Buku merupakan jendela ilmu pengetahuan. Dengan membacanya, maka pikiran dan wawasan kita akan semakin terbuka lebar, tidak mandek seperti “katak dalam tempurung”.
(2). Saya berusaha untuk mengambil manfaat dari para guru sebanyak mungkin. Kalau dulu hanya mengambil rujukan dari dua atau tiga syekh saja, tidak lagi dengan setelahnya. Siapapun dari mereka yang bisa memberikan faidah kepada saya, maka akan saya ambil walaupun dalam beberapa hal mungkin saya tidak sepakat. Imam Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah berkata : “Kamu tidak akan mengetahui kesalahan gurumu, sampai engkau duduk (belajar) dengan selainnya.” (Jami’ Bayan Al-Ilmi : 1/197)
(3).Saya berusaha untuk membangun komunikasi dengan sesama muslim terutama para penutut ilmu dari berbagai latar belakang pendidikan, komunitas, dan ormas. Prinsip saya, semakin banyak komunikasi dengan orang lain, maka akan semakin banyak informasi ilmu dan adab yang akan kita dapatkan. Dalam sebuah syair dinyatakan ; Khudz ma shafa da’ ma kadar (Ambil baiknya, buang buruknya).
(4). Saya berusaha untuk tidak anti pati dari berbagai informasi ilmu sekalipun yang bernada kritikan, baik diarahkan kepada tokoh (ustad atau ulama), komunitas, kelompok, buku, dan pemahaman tertentu. Bagi saya, sepanjang disampaikan secara ilmiyyah dan beradab, maka tidak masalah. Yang sepakat saya ambil, yang tidak saya tinggal.
(5). Saya berusaha untuk tidak fanatik buta kepada kelompok, komunitas, ormas, ustad, dan ulama tertentu. Bagi saya, masing-masing memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Yang bermanfaat kita ambil, yang tidak bermanfaat kita buang. Kata imam Malik rh ; “Setiap orang bisa diambil dan ditolak pendapatnya, kecuali pemilik kuburan ini (maksudnya Rasulullah Saw).”
Saya optimis, dengan melakukan lima hal di atas, keilmuan kita akan lebih berkembang, bisa menyikapi berbagai permasalahan dengan inshaf (adil), bijak dalam menyampaikannya kepada orang lain (dakwah), dan bisa mentolelir berbagai perbedaan pandangan/pendapat dalam masalah yang bersifat ijtihadi.
Islam itu moderat, dan moderat itulah Islam. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kalaupun kemudian ada kesan bahwa Islam itu tidak moderat, itu akibat ulah sebagian oknumnya saja.
Semoga secuil pengalaman ini bisa menginspirasi yang lain.
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
22 Januari 2022 pada 07.14 ·