Belajar Bid'ah Kepada Tukang Bid'ah

Kajian Belajar Bid'ah Kepada Tukang Bid'ah

Belajar Bid'ah Kepada Tukang Bid'ah

Oleh : Rahmat Taufik Tambusai

Setelah membaca beberapa buah buku yang membahas tentang bid'ah, ternyata Tukang bid'ah tidak konsisten dalam mengunakan kaidah bid'ah yang telah mereka sepakati, yang biasa mereka gunakan untuk membid'ahkan amalan yang baru, yang belum ada contohnya pada zaman nabi.

Maksud dari pada Tukang bid'ah disini adalah orang alim yang diakui mempunyai kemampuan dalam menetapkan suatu amalan itu bid'ah atau tidak, seperti seseorang yang tukang bedah, orang yang punya keahlian dibidang bedah atau biasa disebut pakar bedah atau spesialis bedah.

Tukang bid'ah adalah selompok ulama yang mempunyai kepakaran dibidang bid'ah tetapi pendapat mereka berbeda dengan mayoritas ulama.

Sebagai contoh maulid nabi, mayoritas ulama membolehkan dan sebagian ulama menganggap itu termasuk sunnah, sedangkan ulama tukang bid'ah mengatakan itu adalah Perbuatan bid'ah tidak boleh dilakukan, karena tidak ada contoh dari nabi.

Diantara kaidah yang selalu dipakai oleh tukang bid'ah dalam menetapkan hukum suatu perkara yang baru , akan tetapi Mereka tidak konsisten dalam memakainya, dalam satu kasus mereka pegang dengan keras, sedangkan dalam kasus yang lain mereka lunak dan seolah - olah mereka abaikan kaidah tersebut :

1. Kalau itu baik pastilah para sahabat lebih dahulu mengamalkannya.

Doa khatam Quran di sepuluh terakhir bulan ramadhan tidak pernah dicontohkan nabi dan tidak pernah lazimkan oleh sahabat yang empat, tetapi mayoritas ulama tukang  bid'ah membolehkannya 

Kalau seandainya mereka konsisten memakai kaidah diatas maka pasti mereka akan membid'ahkan amalan tersebut, tetapi nyatanya tidak, masih berlaku sampai sekarang di masjidil haram dan masjid nabawi

2. Barang siapa membuat hal hal baru dalam urusan agama maka ia tertolak.

من احدث فی امرنا هذا ما لیس منه فهو رد   

'Asya walidain yang sudah mentrasidi di masyarakat Arab saudi, berupa mengundang tetangga dan menjamu mereka dengan makan malam bersama setelah sebulan meninggalnya orang tua, 

Dan ini tidak pernah diajarkan nabi dan tidak pula ditradisikan oleh sahabat tetapi dibolehkan oleh ulama tukang bid'ah, padahal kaidah diatas sangat ketat mereka pegang untuk membidahkan amalan umat islam yang lainnya yang kebetulan tidak menjadi tradisi di negeri mereka.

Kelihatan tebang pilih dalam menetapkan hukum suatu amalan, kalau memang tidak ada zaman nabi, kenapa tidak ditetapkan sebagai perbuatan bid'ah, karena tidak ada contoh dari nabi.         

3. Sesuatu yang ditinggalkan nabi berarti itu haram.

Membaca ayat dari mushaf dalam shalat tidak pernah dicontohkan oleh nabi,

Jika kita pakai kaidah diatas sesuatu yang ditinggalkan oleh nabi berarti haram dikerjakan, maka membaca ayat dari mushaf dalam sholat berarti bid'ah,

Tetapi nyatanya sampai sekarang ulama yang getol menggunakan kaidah diatas mereka mengatakan bahwa boleh membaca ayat dari mushaf dalam sholat, padahal tidak ada contoh dari nabi.

Seandainya kaidah-kaidah diatas dipakai dalam menetapkan bid'ah atau tidaknya suatu amalan, maka tidak ada satu ulama pun yang tidak lepas dan selamat dari tuduhan pelaku bid'ah, termasuk ulama yang suka membid'ahkan amalan mayoritas umat islam.

Oleh sebab itu, kita sebagai penuntut ilmu jangan mudah latah ikut ikutan dalam membid'ahkan suatu amalan, karena bisa jadi pemahaman bid'ah yang dipahami oleh ulama tidak sama seperti yang kita pahami, 

Dan ketika terjadi perbedaan ulama dalam satu perkara, tidak serta merta kita memvonis pendapat ulama yang tidak kita dukung dengan sebutan pelaku bid'ah karena perkara tersebut masuk dalam wilayah ijtihad,

dan ulama yang suka membidahkan amalan amalan yang baru yang tidak ada contohnya dari nabi, mereka juga tidak konsisten dalam membidahkan amalan amalan baru, seperti yang disebutkan diatas, dan yang lain sebenarnya banyak tetapi cukup dengan tiga contoh diatas,

Dalam tulisan ini sengaja tidak kami sebutkan nama nama ulama Tukang bid'ah yang membolehkan membaca doa khatam Al Quran, 'asya walidain dan membaca ayat dari mushaf dalam sholat, khawatir nanti mereka dibid'ahkan oleh para penuntut ilmu yang latah dan pengekor mereka sendiri.

Dan nanti mereka para penuntut ilmu yang latah tambah bingung kok ulama panutannya juga pelaku bidah, 

Sedangkan bagi penuntut ilmu yang mendapatkan pemahamaan beragamanya dari mayoritas ulama, maka mereka sangat arif dan bijak dalam menyikapi perkara yang baru, sebagai mana diajarkan guru guru mereka,

Dan bagi mayoritas ulama mazhab bahwa doa khatam quran, 'asya walidain dan membaca ayat dari mushaf dalam sholat itu dibolehkan karena tidak bertentangan dengan syariat,

Sebagaimana termaktub dalam kitab kitab muktamat ulama mazhab ; Perkara baru itu apabila tidak bertentangan dengan syariat dan ada landasan pijakannya dalam al quran dan sunnah maka itu bukan bid'ah, walaupun secara bahasa disebut bid'ah.

Jika bertentangan dengan syariat dan tidak ada landasan pijakannya dalam al quran dan sunnah maka itu disebut bid'ah muharramah yang terlarang.

Kesimpulannya ;

Ulama yang suka membid'ahkan amalan amalan mayoritas umat islam, ternyata tidak konsisten dalam membid'ahkan setiap perkara yang baru dalam agama, dan ketika mereka tidak konsisten membid'ahkan setiap  perkara yang baru, maka mereka juga disebut pelaku bid'ah, karena mereka membolehkan perkara baru tersebut yang tidak ada dicontohkan oleh nabi.

Beranikah kita memvonis mereka ahli neraka ? 

Oleh sebab itu hati hatilah menuduh orang lain sebagai pelaku bid'ah karena bisa jadi panutan mu juga pelaku bid'ah, 

Atau hanya untuk ulama kami saja berlaku tuduhan tersebut, sedangkan untuk ulama kalian tidak ?

Dalu - dalu 8 Januari 2021

Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa

8 Januari 2022 pada 09.21  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Belajar Bid'ah Kepada Tukang Bid'ah - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan Taufiq Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®