AWAM ITU TERBAGI DUA
Pertama : Awam karena belum banyak membaca dan belum banyak belajar disertai kercerdasan di bawah rata-rata.
Kedua : Awam karena belum banyak membaca dan belum banyak belajar tetapi memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Bagaimana bisa mengetahui perbedaan di antara keduanya ??
Yaitu dengan melihat daya nalar dan analisis di dalam memahami perkataan seseorang dengan logikanya.
Contohnya :
Ada seorang Ustad bernama Fulan menceritakan keluasan ilmu Imam Syafi’iy. Tapi diakhirnya dia menyalahkan perkataan Imam Syafi’iy, lalu berkata : “ Imam Syafi’iy manusia biasa yang bisa saja salah, tidak ma’sum.”
Maka orang yang mendengarkan perkataan ustad tersebut terbagi menjadi 2 kelompok. Sebagian meninggalkan pendapat Imam Syafi’iy dan berpegang dengan pendapat ustad Fulan. Kelompok ini adalah kalangan awam yang pertama yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata.
Sebagian lagi tetap berpegang kepada pendapat Imam Syafi’iy, tidak menghiraukan perkataan ustad Fulan. Kelompok ini adalah kalangan awam yang kedua yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, sebab mereka berpikir dengan logikanya : Jika Imam Syafi’iy bisa salah karena manusia biasa. Kesimpulannya adalah Ustad Fulan kemungkinan salahnya jauh lebih besar dari Imam Syafi’iy, karena 2 alasan :
1. Sama sama manusia biasa
2. Keilmuan jauh di bawah Imam Syafi’iy.
Kelompok pertama yang mengikuti pendapat ustad Fulan kurang bisa menggunakan akalnya di dalam menganalisis suatu perkataan. Padahal sekalipun ustad Fulan menuturkan banyak hadits akan tetapi jika ustad Fulan melupakan suatu hadits yang seharusnya dijadikan landasan hukum atau melupakan kaidah ushul fiqih yang seharusnya dijadikan alat istinbath hukum niscaya mereka tidak akan mengetahuinya. Maka jalan yang ditempuh kelompok yang kedua adalah yang paling selamat, karena kecil sekali kemungkinan Imam Syafi’iy melupakan yang demikian.
Oleh karena itu menurut orang cerdas ahli logika : orang yang bisa dipercaya ketika menyalahkan pendapat Imam Syafi’iy hanyalah orang yang selevel ahli ijtihad di dalam madzhab. Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi ketika menjelaskan perkataan Imam Syafi’iy yang berkata : “ Jika ada perkataan ku yang menyalahi hadits sohih, maka tinggalkan lah perkataan ku dan ikuti hadits sohih.“ Lalu Imam awawi berkata :
ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﺬا ﻓﻴﻤﻦ ﻟﻪ ﺭﺗﺒﺔ اﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻓﻲ اﻟﻤﺬﻫﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻣﻦ ﺻﻔﺘﻪ ﺃﻭ ﻗﺮﻳﺐ ﻣﻨﻪ
Pastinya hal ini hanya bagi orang yang memiliki kedudukan ahli ijtihad di dalam madzhab berdasarkan apa-apa yang telah mendahului penuturannya dari sifatnya atau yang mendekati kedudukan ahli ijtihad.
ﻭﺷﺮﻃﻪ ﺃﻥ ﻳﻐﻠﺐ ﻋﻠﻰ ﻇﻨﻪ ﺃﻥ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﻘﻒ ﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺃﻭ ﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ ﺻﺤﺘﻪ: ﻭﻫﺬا ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪ ﻣﻄﺎﻟﻌﺔ ﻛﺘﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻛﻠﻬﺎ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻣﻦ ﻛﺘﺐ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ اﻵﺧﺬﻳﻦ ﻋﻨﻪ ﻭﻣﺎ ﺃﺷﺒﻬﻬﺎ ﻭﻫﺬا ﺷﺮﻁ ﺻﻌﺐ ﻗﻞ ﻣﻦ ﻳﻨﺼﻒ ﺑﻪ
Dan Syaratnya adalah kuat dugaannya bahwa Imam Syafi'iy rahimahullah tidak tegak di atas hadits ini atau ia tidak mengetahui kesohihannya. Dan hal ini pastinya hanya bisa diketahui setelah mentela'ah kitab-kitab Imam Syafi'iy seluruhnya dan semisalnya dari kitab-kitab para sahabatnya yang mengambil dari Imam Syafi'iy dan kitab-kitab yang menyerupainya. Syarat ini sulit, sedikit orang yang mampu memenuhinya.
Kitab Al Majmu' Syarah Al Muhadzab. Hal. 64. Juz 1.
Jelas sekali menurut Imam Nawawi orang yang bisa dipercaya ketika menyalahkan pendapat Imam Syafi'iy hanyalah ahli ijtihad. Walhasil, jika mempercayai orang yang bukan ahli ijtihad menyalahkan pendapat Imam Syafi'iy, itu artinya kita kurang cerdas di dalam berpikir menggunakan akal sehat.
Abdurrachman Asy Syafi'iy
Sumber FB : Dakwah Mujahidah Aswaja
25 Agustus 2021