Kelembutan Khalifah Umar Bin Khattab Kepada Rakyatnya
KISAH HIKMAH
Suatu malam, dengan didampingi oleh pelayannya yang bernama Aslam, Khalifah Umar bin Khathab pergi ke sebuah tempat di pinggiran Madinah, bernama Sirar ini Umar melihat api menyala.
Di tempat yang "Hai Aslam, aku melihat para musafir tidak dapat melanjutkan perjalanan karena hari sudah malam dan udara dingin. Mari kita temui orang-orang itu."
Setibanya di tempat yang dituju, keduanya menemui mereka. Umar kemudian mengucap salam, "Assalâmu alaikum wahai pemilik cahaya." Umar tidak menggunakan kata-kata "wahai pemilik api". Shahubun-nâr, secara bahasa adalah pemilik api. Tapi dia pun bermakna "pemilik neraka”.
Seorang wanita dengan beberapa orang anak kecil yang tengah menangis kemudian menjawab, "Waalaikumussalâm."
"Bolehkah aku mendekat?" tanya Umar
"Silakan jika engkau bermaksud baik, jawab si wanita.
"Apa yang terjadi?" tanya Umar setelah mendekat
"Kami tidak dapat melanjutkan perjalanan karena sudah larut malam dan udara sangat dingin," jawabnya kembali.
"Mengapa anak-anak itu menangis?"
"Lapar, jawab si wanita dengan nada sedih.
Sambil menunjuk ke arah kuali yang diletakkan di atas api, Umar bertanya lagi, "Kalau kuali itu apa isinya?"
"Air Saya mengaja memasaknya agar mereka diam dan tertidur
Demi Allah, Umar bertanggung jawab kepada Allah tentang kami." "Semoga Allah merahmatimu wahai Ibu. Apa Umar tidak tahu tentang hal ini?"
"Dia pemimpin kami tetapi tidak peduli kepada nasib kamil" jawab
wanita itu. Dia tidak tahu kalau lelaki yang ada di hadapannya adalah
Umar bin Khathab, pemimpin yang dianggapnya telah lalai mengurusi rakyatnya Maka, Umar pun berkata kepada Aslam, "Kita segera pulang. Kita ambil makanan dan daging!"
Di baitul mal "Taruhlah di pundakku," kata Umar. Dia menyuruh Aslam agar mengangkat makanan itu ke pundaknya. "Biar, saya saja yang memanggulnya," pinta Aslam.
"Tidak, ini tanggung jawabku di hadapan Allah pada hari Kiamat nanti," tegas Umar
Maka, dengan memanggul karung yang berisi makanan, Umar bersama Aslam kembali ke tempat wanita itu berada. Setelah sampai. Umar membukanya lalu menyalakan api untuk memasak. Agar apinya besar, Amirul Mu'minin meniup niupnya sampai asap keluar dari sela sela jenggotnya. Selesai memasak, dia menghidangkannya seraya berkata kepada si wanita. "Beri makan anak-anakmul"
Dengan wajah bahagia, wanita ini berkata, "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada engkau. Sungguh, engkau lebih baik daripada Umar"
Umar bin Khathab masih bersama mereka sehingga anak-anak itu tertidur pulas. Sebelum beranjak pergi, Umar memberi sejumlah harta sebagai bekal bagi keluarga tersebut. Kepada Aslam dia berkata, "Wahai Aslam, sesungguhnya rasa laparlah yang membuat anak-anak itu menangis dan tidak bisa tidur" (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah: Masa Khulafaur Rasyidin, hlm. 188-9)
Dalam kisah yang sangat masyhur ini, Umar bin Khathab mengajarkan kepada kita tentang makna menjadi seorang pemimpin Amanah kepemimpinan bukanlah alat untuk mendapatkan pelayanan, keuntungan materi, ataupun popularitas. Kepemimpinan adalah tanggung jawab dan amanah yang sangat besar lagi berat hisabnya. Bagaimana tidak, seorang pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya itu di hadapan Allah Azza wa Jalla. Maka, seorang pemimpin yang dirahmati adalah dia yang paling besar kasih sayangnya kepada yang dipimpinnya. Demi kemaslahatan orang-orang yang dipimpinnya, dia rela menderita dan berkuah peluh dalam pengorbanan Dia tidak menuntut rakyatnya untuk mencintai dan melimpahkan kasih kepadanya Sebaliknya, dia menuntut dirinya sendiri untuk menjadi pelimpah kasih dan jalan kebaikan bagi orang-orang yang berada dalam tanggung jawabnya.
Apabila Umar mampu menjadi pelimpah kasih bagi rakyatnya, bagaimana pula Allah Ta'ala melimpahkan kasih kepada ciptaan-Nya. Bukankah kasih sayang Allah adalah kasih sayang yang tiada berbatas? Dia adalah Ar-Ra'uf. Zat Yang Maha Pelimpah Kasih. Sehingga, apa yang dilakukan Umar bin Khathab, sesungguhnya hanyalah sepercik saja dari rahmat yang Allah Ar Rauf simpan di dalam hatinya.
Sumber : Asmaul Husna untuk Hidup Penuh Makna
Sumber FB : KH. Abdullah Gymnastiar
Kisah · 2 Maret 2021 pada 07.00 ·