Meski punya fasilitas mukjizat dan pernah menggunakannya, namun proses hijrah ke Madinah dilakukan oleh Nabi SAW secara fisik dan itu sangat manusiawi sekali.
Padahal kalau mau, sebenarnya kan bisa saja Nabi SAW minta kepada Allah SWT untuk diangkat saja ke langit, seperti yang terjadi pada Nabi Isa alaihissalam. Nanti kalau udah mau qiyamat, baru deh turun lagi ke muka bumi. Tapi ternyata Beliau tidak seperti itu.
Atau bisa saja kan Nabi SAW bilang ke Jibril untuk diterbangkan dari Mekkah ke Madinah secara direct flight. Dan mungkin nggak sampai 5 menit pun sudah sampai. Ting, tiba-tiba sudah sampai di tengah kota Madinah.
Secara teori hal itu mungkin saja. Sebab beberapa tahun sebelumnya kan Beliau SAW juga diisra'kan secara direct flight dari Masjid Haram di Mekkah ke Masjid Aqsha di Palestina. Jaraknya malah dua kali lebih jauh ketimbang ke Madinah.
Malahan setelah itu Beliau SAW juga di-mi'raj-kan ke langit tujuh terus tembus lagi sampai Sidratil Muntaha. Garis batas akhir, the final frontier, that no one has gone before.
Dan semua rangkaian Isra' Mi'raj itu terjadi hanya dalam satu malam saja. Pokoknya sampai rumah lagi masih di malam yang sama.
Jadi kalau cuma ke Madinah dengan jarak 450 km, itu perkara kecil sekali. Bukan fasilitas mukjizat yang terlalu ngoyo juga.
Lah itu anak buah Nabi Sulaiman saja bisa kok memindahkan singgasana Ratu Balqis dari Yaman ke Palestina. Durasinya lebih cepat dari tiki jne ataupun DHL. Cuma sekedipan mata doang. Ya, cuma dikedipin doang, tuing, singgasana sudah sampai gedubrak tanpa perlu di-unboxing lagi.
Keren kan?
Apalagi Nabi Muhammad SAW, kalau cuma mau ditransport ke Madinah, itu perkara mudah. Semudah Kapten James T. Kirk mengatakan : Beam Me Up, Scoty dan jreeng sudah sampai.
Tapi Nabi SAW lebih memilih hijrah secara 'manusiawi', pakai acara menerobos kepungan rumah, lalu mengecoh dulu sembunyi di Gua Tsour beberapa malam. Pakai sewa navigator Abdullah bin Uraiqidh yang kafir sebagai penunjuk jalan.
Pakai acara mau ditangkap oleh Suraqah bin Malik. Pakai jalur trek yang belum pernah orang lewati. Pakai acara sembunyi di siang hari dan baru berjalan di malam hari.
Maka perjalanan hijrah secara manusiawi dan manual itu jadi lama. Sempat bikin resah para shahabat di Madinah. Jangan-jangan kenapa-napa. Apa nyasar atau ketangkep, atau batal dan balik lagi?
Wah pokoknya semua pada panjang matanya, nungguin Nabi SAW dan Abu Bakar yang gak nyampe-nyampe juga.
Pertanyaannya : kenapa Nabi Muhammad SAW tidak memanfaatkan fasilitas mukjizat saja? Toh hijrah kan bagian dari tugas kenabian juga.
Pejabat saja diberi fasilitas lebih dari cukup untuk semua perjalanan dinasnya, baik perjalanan yang penting atau yang kurang penting atau yang hampir dikit lagi penting. Malah dapat uang saku segala.
Tapi semua fasilitas itu justru tidak dimanfaatkan oleh Rasulullah SAW. Why?
Ada banyak analisa yang dididiskusikan banyak ulama, khususnya pegiat Sirah Nabawiyah. Sebagai analisa, tentu sah-sah saja.
Salah satu analisa menyebutkan bahwa Nabi SAW berupaya sedekat mungkin dengan alam realitas dan semanusiawi mungkin karena biar mudah umatnya nanti untuk meniru dan meneladaninya.
Sebab kalau perjuangan Nabi SAW itu pakai pakai adegan-adegan bombastis, macam spesial efek pakai CG di film blockbuster, lalu bagaimana kita umatnya yang manusia biasa nanti menirunya?
Kan kita tidak diberi fasilitas mukjizat. Kita manusia biasa yang tidak bisa terbang, tidak bisa menghilang, tidak bisa membelah lautan, tidak bisa mengubah tongkat jadi ular, tidak bisa ngomong sama semut dan burung, tidak punya pasukan jin dan seterusnya.
Makanya Nabi SAW lebih suka menjalani semua rintangan hidup sebagai manusia biasa. Biar kita umatnya bisa dengan mudah mengikutinya. Tidak ada alasan bilang tidak bisa.
Yang penting otaknya dipakai, nalar harus jalan, kalau perlu pakai orang profesional, kenali cara berpikir lawan, siasati semua masalah secara cerdas. Dan yang utama dari semua itu yakinlah bahwa Allah beserta kita.
لا تحزن إن الله معنا
Sumber FB : Ahmad Sarwat
30 Oktober 2020 pada 08.14 ·