Ahmad Sarwat, Lc., MA
Salah satu materi kajian yang cukup unik di Rumah Fiqih Indonesia (RFI) adalah Dirasah Fatawa Muashirah (Kajian Fatwa-fatwa Kontemporer).
Secara teknis, kajian ini mengumpulkan beragam fatwa ulama tentang satu tema tertentu, memetakannya dan mengelompokkannya dalam berbagai klasifikasi.
Bisa saja dalam penelitian ini ditemukan fatwa-fatwa yang saling berbeda antar satu ulama dan ulama lainnya. Tidak jadi masalah sama sekali. Sebab tujuan kajian ini memang terletak pada pemetaannya.
Yang bikin kajian ini unik karena fatwa yang dimaksud disini bukan fatwa-fatwa klasik yang sejak awal sudah selesai dibahas para ulama 4 mazhab, namun justru arahnya ke masalah kekinian, yang belum pernah dibahas sebelumnya dalam kitab fiqih di empat mazhab.
Kalau yang klasik, sudah cukup banyak ditulis para ulama terdahulu. Kitab Bidayatul Mujtahid karya Imam Ibnu Rusyd bisa disebut sebagai contoh mudahnya. Malah sudah jadi kitab pegangan wajib semasa kuliah S1 teman-teman ustadz dan ustadzah di RFI.
Tapi kalau yang kontemporer, kekinian, dan terkait realitas keseharian, rasanya belum banyak yang mengkaji.
Paling jauh fatwa yang sifatnya hanya mewakili satu pandangan saja, namun belum dikomparasikan dengan fatwa lain yang jadi pembandingnya.
Dalam bayangan saya, kajian ini kita jadi punya semacam bank data berisi sekian ragam fatwa ulama kontemporer, plus dilengkapi dengan aneka perbedaan cara pandang mereka atas suatu masalah kekinian.
Dirasah Fatawa Muashirah ini tentu lebih asyik, karena banyak sekali bahan materinya yang bersumber dari narasumber yang masih hidup di tengah kita.
Sehingga rujukannya bukan sebatas apa yang tertulis di kitab-kitab klasik, tetapi bisa juga berupa rekaman suara atau malah video live dari narasumbernya langsung.
Namun namanya kajian perbandingan fatwa, seringkali ada saja kalangan yang agak tersedak dalam menelannya. Sebabnya karena tidak terbiasa dengan keaneka-ragaman fatwa ulama.
Mirip orang minum ramuan jamu bercampur rempah-rempah, kalau tidak terbiasa memang bisa terasa aneh atau malah pahit di lidah. Setidaknya rasanya jadi aneh.
Kadang sampai ada yang marah-marah, kecewa, atau malah tidak tahan untuk mencaci maki. Beda sedikit marah, beda sedikit emosi, beda sedikit ngajak perang, beda sedikit bacok.
Hikmahnya saya jadi mudah mengenali perangai berbagai macam karakter orang. Karena ekspresi orang memang macam-macam.
Beda dengan yang terbiasa minum ramuan itu, justru suka dan doyan, karena memang menyehatkan dan malah minta lagi dan minta lagi.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
27 September 2020·