Jawaban singkatnya itu masalah khilafiyah, antara yang menghalalkan, memakruhkan dan mengharamkan.
Jawaban lebih singkat lagi : Saya tidak merokok. Ok?
Nah kalau jawaban agak panjangnya begini (panjang nih) :
Sebelum bicara kesimpulan hukumnya, bagaimana kalau jawab dulu pertanyaan saya :
1. Adakah ayat Quran yang turun di masa kenabian yang secara tegas menyebut kata : 'rokok' ?
2. Adakah hadits nabawi yang secara tegas menyebut kata 'rokok' secara eksplisit?
3. Apakah di masa itu ada shahabat yang merokok di depan Nabi SAW?
Jawabannya sudah bisa dipastikan tidak, tidak dan tidak.
Lalu sekarang masuk pertanyaan inti : kalau tidak ada kata rokok di Al-Quran, Hadits dan di masa shahabat, dari mana kita bisa mengatakan bahwa rokok itu hukumnya A atau B atau C?
Dari mana datangnya hukum itu?
Tentu dari ijtihad, bukan?
Nah, kalau dari ijtihad, yang ijtihad itu malaikat, nabi atau manusia?
Tentu manusia. Kalau malaikat atau nabi tentu namanya bukan ijtihad, tapi namanya wahyu.
Maka ketika ada yang bilang bahwa rokok itu hukumnya halal atau haram, dipastikan itu merupakan ijtihad, bukan petikan ayat Al-Quran, bukan butiran matan hadits dan bukan juga atsar perkataan para salaf.
Apalagi rokok yang kita kenal hari ini merupakan produksi pabrik rokok, yang di masa 200 tahun yang lalu belum ada.
Rokok adalah barang produksi hari ini, maka fatwa tentang rokok itu harusnya mengacu kepada rokok di zaman kita, bukan rokok di masa lalu.
Jadi bagaimana kesimpulannya? Apakah rokok halal apa haram?
Kesimpulannya bahwa para ulama cukup panjang membahas masalah rokok modern hari ini. Mereka butuh waktu untuk menetapkan hukumnya.
Namun demikian, ternyata mereka tidak sampai kepada kesimpulan yang bulat mutlak tentang keharaman atau kehalalannya.
Memang kalau rujukan ulama saudi arabia, kebanyakannya seragam untuk mengharamkan.
Bagaimana dengan MUI?
Sejak berdiri di tahun 1975, kita belum pernah mendapatkan fatwa MUI tentang hukum merokok. Barulah pada tahun 2009 muncul fatwanya.
Padahal sejak sebelum MUI berdiri pun rokok sudah ada. Namun bsru 34 tahun kemudian muncul fatwa yang mengharamkan, yaiti melalui Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI ke III, 24-26 Januari 2009 di Sumatera Barat.
Baru pada saat itulah ditetapkan bahwa merokok adalah haram.
Uniknya keharamannya dikhusiskan yaitu bagi anak-anak, ibu hamil, dan merokok di tempat-tempat umum.
Bagaimana kalau bukan anak-anak, bukan ibu hamil atau merokok bukan di tempat umum?
Tidak ada fatwa secara eksplisit, kecuali sebagai bentuk keteladanan, maka diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok.
Bagaimana dengan fatwa Lajnah Bahtsul Masail? Silahkan cek sendiri.
'ILLAT KEHARAMAN
Karena terminologi 'rokok' tidak kita temukan dalam Al-Quran atau hadits, maka umumnya para ulama berijtihad berdasarkan terkait hukum rokok berdasarkan 'illatnya.
Secara umum 'illat yang digunakan ada dua macam, yaitu karena bikin mulut berbau atau karena merusak kesehatan.
Rokok bikin mulut jadi berbau tidak sedap itu fakta, sehingga wajar di masa lalu banyak para ulama bilang bahwa bila habis merokok makruh hukumnya pergi ke masjid.
Di masa sekarang ini muncul kampanye anti rokok dimana-mana. Saya kurang tahu asal muasal kampanye anti rokok ini bagaimana ceritanya, apakah murni semata-mata masalah kesehatan, ataukah memang ada semacam persiangan bisnis dalam industri tembakau.
Yang jelas, kampanye anti rokok itu pastinya akan meruntuhkan industri tembakau.
Kalau memang murni masalah kesehatan, kenapa kampanye anti minuman beralkhol tidak seramai kampanye anti rokok. Juga kampanye anti gas buang dari kendaraan bermotor pun tidak semarak kampanye anti rokok.
Setidaknya saya belum pernah melihat seorang ustadz ceramah mengharamkan mesin mobil karena alasan polusi udara dan pencemaran. Apakah karena ustadznya juga datang ke masjid naik mobil?
Wallahu a'lam bishshawab
Sumber FB : Ahmad Sarwat
21 September 2020·