Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA
Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon bertanyan ustadz.
Apa pandangan ustadz tentang fenoma yang marak di malam-malam bulan Ramadhan, yaitu aksi Sahur On The Road (SOTR). Apakah kegiatan ini bernilai syar'i dan merupakan bagian dari syiar Ramadhan? Ataukah justru sebaliknya? Mohon penjelasan dari ustadz.
Sebelumnya syukran atas jawabannya.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Entah siapa yang mengawali trend ini, yang pasti belakangan ini Sahur on The road (SOTR) sudah menjadi suatu kebiasaan sebagian masyarakat baik di Jakarta bahkan daerah lainya.
Ribuan siswa, mahasiswa, komunitas, club, instansi dan lainnya berkeliling kota menyusuri jalan-jalan di tengah malam dengan membawa bungkusan yang berisi makanan dan membagi-bagikannya kepada gelandangan, pengemis, tunawisma dan lainnya.
Yang diberikan umumnya nasi bungkus dengan menu yang berbeda-beda tentunya. Niatnya mulia, yaitu sebagai bentuk kepedulian sosial, berbagi nikmat kepada orang-orang yang tidak mampu agar bisa bersahur.
Memang benar bahwa awalnya sahur on the road itu ingin berbagi kepada fakir miskin, agar bisa ikut menjalankan salah satu sunnah nabi, yaitu makan sahur. Makanya, dalam prakteknya sahur on the road itu intinya berkeliling membagikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan.
A. Masalah Syariah
Meskipun pakai istilah sahur, namun kalau sahurnya di jalan alias sahur on the road, sebenarnya sama sekali tidak ada perintahnya dari Rasulullah SAW. Sahurnya memang sunnah nabi, tetapi on the road-nya itu abal-abal alias tambahan yang tidak jelas dasar masyru'iyahnya.
1. Kenapa Sahur Harus di Jalan?
Yang jadi masalah, kenapa sahur itu harus di jalanan?
Mungkin jawabnya karena yang mau diberi nasi bungkus itu adanya di jalan, maka kita turun ke jalan untuk langsung memberikan nasi bungkus kepada mereka. Sebuah jawaban yang masih logis dan masuk akal.
Tapi pertanyaan berikutnya muncul, yaitu kenapa orang-orang itu malam-malam harus ada di jalan? Apa mereka tidak tidur? Sedang apa mereka malam-malam di jalan? Apa mereka tidak punya rumah tempat tinggal? Ataukah memang sengaja malam-malam keluar rumah dan turun ke jalan?
Mungkin jawabnya bahwa mereka itu gelandangan yang memang tidak punya rumah, jadi malam-malam mereka keluyuran di jalan. Jadinya, peserta SOR pun harus turun ke jalan.
Kalau memang mereka gelandangan betulan, tentunya mereka tidak perlu turun ke jalan. Sebab mereka pasti akan tidur di emper toko atau di kolong jembatan, setidaknya mencari tempat bernaung apa saja. Intinya, bukan berada di jalan.
Maka kalau pun mau memberi mereka nasi bungkus, tentu memberikannya bukan di jalan, tetapi di pusat konsentrasi mereka berkumpul. Lalu apa hubungannya para gelandangan itu dengan para mereka yang malah konvoi keliling kota dalam jumlah besar dan bikin macet jalanan?
Disini sebenarnya sudah ketemu titik penyimpangannya, bahwa memberi nasi bungkus itu ternyata hanya alibi dan alasan yang dibuat-buat. Sebab yang terjadi malah arak-arakan arogan di jalan ketimbang membagikan nasi bungkus.
2. Benarkah Gelandangan Itu Dijamin Semuanya Berpuasa?
Ini pertanyaan kedua, yaitu para gelandangan dan mereka yang kita usahakan untuk dibagikan nasi bungkus di tengah malam itu, apa benar mereka puasa di siang hari? Dan apa benar seusai sahur mereka shalat subuh?
Memang kita tidak boleh su'udzdzan dan harus berbaik sangka kepada setiap orang. Cuma fakta di lapangan seringkali menunjukkan bahwa di siang hari, mereka yang malamnya kita kasih nasi bungkus itu ternyata tidak puasa juga.
Kalau ternyata mereka tidak puasa bahkan tidak shalat shubuh, sebenarnya apa perlunya kita sebut kegiatan itu sebagai sahur? Bukankah sahur itu adalah makan sebelum shubuh karena setelah itu mau berpuasa?
Kalau mereka tidak puasa, namanya harus diganti menjadi makan malam on the road, atau nasi bungkus on the road, jangan pakai istilah sahur.
B. Masalah Teknis
Di luar masalah syariah di atas, dalam prakteknya, ternyata aksi kepedulian yang gandrung dilakukan anak muda ini justru sering menjadi salah kaprah. Misalnya mereka malah merusak lingkungan dengan aksi corat-coret tembok, sebagaiannya justru bawa senjata tajam, melakukan penyerangan dan tindak anarki, bahkan hingga tawuran masal.
1. Aksi Corat Coret
Salah satu contohnya yang terjadi di Kota Bogor, banyak sekelompok anak muda melakukan aksi vandalisme atau corat-coret di tempat umum saat SOTR. Di underpass Baranangsiang, ada coretan cat semprot berwarna hijau bertuliskan kata "SOTR" dan identitas salah satu sekolah swasta di Bogor.
Bahkan, tembok Istana Bogor pun menjadi "korban" kejahilan anak muda yang melakukan SOTR. Pagar putih yang menjadi benteng Istana Bogor dirusak dengan adanya coretan cat semprot bertiuliskan "PDN SOTR".
2. Bawa Senjata Tajam
LIMA pelajar ditahan petugas Polsek Tanah Abang karena kedapatan membawa senjata tajam berupa celurit pada saat sahur on the road (SOTR), kemarin. “Sekitar pukul 01.30 WIB pelaku yang berinisial ILH, 18, dan sekelompok temannya diperiksa petugas yang berpatroli di Jalan Asia Afrika.
Saat diperiksa, ternyata di balik bajunya kami temukan celurit dengan gagang biru sehingga pelaku akhirnya kami bawa ke polsek,“ ungkap Kapolsek Metro Tanah Abang AKB Anom Setyadji. Akibat perbuatannya, ILH, warga Jalan Swadarma Raya Kampung Baru II, Kelurahan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, akan dikenai undang-undang darurat.
Empat rekannya sudah dibebaskan setelah dijemput pihak keluarga.
“Diduga kegiatan SOTR mereka ini hanya bersifat konvoi, tidak ada kegiatan sosialnya. Supaya aksi kejahatan jalanan tidak terjadi lagi, kami akan terus lakukan pencegahan dengan mengedepankan patroli wilayah,“ tutur Anom
3. Keroyokan
Kalau sudah bawa senjata tajam, maka ujung-ujungnya bisa ditebak, yaitu aksi kekerasan yang terjadi.
Contohnya adalah Karisma Kemal (19) yang harus masuk ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) akibat menderita luka tusuk di bagian punggung, tangan, perut serta luka memar di wajahnya. Luka tersebut diperolehnya lantaran dikeroyok dan dibacok oleh puluhan orang yang berkonvoi melakukan Saur On The Road di Jalan S. Parman, Palmerah, Jakarta Barat.
Menurut saksi mata Ashadi Basri (40), korban dikeroyok saat dirinya sedang melintas di lokasi kejadian dengan menggunakan sepeda motor. Tiba-tiba korban yang tercatat warga Kemanggisan itu langsung di keroyok oleh puluhan orang.
"Dia lagi naik motor, tau-tau langsung di keroyok dan dibacok," ujar Ashadi, Senin (21/7/2014) dini hari.
Kata dia, pelaku yang berjumlah puluhan itu melakukan konvoi dengan sepeda motor dan membawa senjata tajam. Usai menyerang korban, puluhan orang tersebut langsung meninggalkan korban yang sudah tergeletak di jalan dengan bersimbah darah.
4. Konvoi Yang Mengganggu
Inti kesalahan SOTR adalah konvoi kendaraan bermotor yang mengganggu pengguna jalan. Sebab konvoi ini selain bikin macet jalanan, juga sering tidak mengindahkan keselamatan berkendara dan berlalu lintas. Jarang sekali pengendara sepeda motor yang memakai helm. Malah sepeda motor pun sering dinaiki bertiga melebihi kapasitas. Dan tidak sedikit mereka yang naik ke atas kap mobil sambil berjoget-joget, tanpa mengindahkan faktor keamanan.
Yang paling bikin kacau adalah kebiasaan mereka yang dengan arogan menutup perlintasan dan mengabaikan lampu lalu lintas, untuk mendahulukan konvoi yang amat panjang itu. Akibatnya, perjalanan lalu lintas menjadi terganggu, karena yang harusnya mereka berhenti di lampu merah, justru mereka jalan terus. Menyetop kendaraan lain yang mau lewat di persimpangan jalan tentu merupakan pelanggaran serius dalam berlalu lintas.
Jangan coba-coba menerobos atau mendahului konvoi itu. Kalau sampai ada kendaraan lain yang ingin menerobos, tentu akan habis diserang dan dipukul-pukul oleh massa yang brutal sambil berteriak-teriak.
Lucunya, konvoi liar dan sangat mengganggu ini malah didiamkan saja oleh polisik. Malah bak pejabat mau lewat, konvoi ini seringkali malah dikawal oleh polisi. Tidak sedikit iring-iringannya dikawal oleh vorrider, baik itu dari TNI maupun Polri untuk menjaga agar kegiatan tersebut berjalan secara lancar dan tertib.
Bukannya membubarkan tetapi malah mengawal, cukup aneh bukan?
5. Melanggar Perda
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Bagi yang melanggar pasal tersebut dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta.
Kalau memperhatikan isi Perda ini, maka sebenarnya aksi SOTR memang termasuk pelanggaran yang tidak boleh dibiarkan.
Kesimpulan
Dengan kenyataan seperti di atas, maka sebenarnya aksi SOTR ini sudah terlalu jauh menyimpang dari syariat Islam sendiri. Untuk kegiatan macam ini seharusnya dilarang dan diganti dengan kegiatan lain yang lebih tepat. Misalnya, dari pada keluyuran malam-malam mengganggu warga, kenapa tidak i'tikaf saja di masjid, biar banyak pahalanya?
Bukankah yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW itu memang i'tikaf?
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Kirim Pertanyaan : tanya@rumahfiqih.com
Sumber : https://rumahfiqih.com/x.php?id=1357524594&sahur-on-the-road-sunnah-atau-bid%27ah.htm (Fri 25 July 2014 03:00)
kajian sunnah tarakan