MENGALAH BUKAN KARENA LEMAH
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
1. Hasan bin Ali adalah khalifah yang sah. Ia dibai'at secara umum oleh mayoritas kaum muslimin dan seluruh kepala daerah yang dahulu membai'ah ayahnya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu.
2. Beliau juga bukanlah tipikal pemimpin yang lemah. Justru ia memiliki kepribadian yang teguh, piawai dalam strategi militer, ahli siasat, cakap dalam berpolitik dan bijak dalam menjalankan pemerintahan.
Ditambah keluasan ilmu, pengalaman dan keshalihannya, menjadikan ia pemimpin yang berwibawa dan dipatuhi oleh masyarakat.
Demikian juga adanya orang-orang kuat yang membersamainya seperti saudaranya sendiri sayidina Husein, Qa'is bin Sa'ad bin Ubadah, Hatim bin Adi ath Tha'i, Abdullah bin Ja'far dan deretan nama besar lainnya, yang sangat mendukung pemerintahannya.
3. Anggapan bahwa Hasan seorang pemimpin lemah yang hanya memainkan pamor garis keturunannya adalah ocehan orang yang tidak paham sejarah serta dangkal analisanya.
Jika Hasan lemah dan tak cakap dalam memimpin, pasti (1) Muawiyah tidak akan mengajaknya berunding dan mengabulkan semua tuntutan Hasan dalam perundingan.
(2) Pasti Muawiyah dan pihak lawan lainnya akan mengetahui kelemahan ini dan menjatuhkan Hasan dari pemerintahan dengan cepat, tanpa perlu lewat perundingan.
(3) Bila penguasa suatu daerah lemah, pasti akan terjadi banyak pemberontakan atau minimal aksi merusak yang umumnya dilakukan khawarij, tapi ini tidak terjadi di masa Hasan, padahal wilayah kekhalifahannya terbentang luas.
4. Memang benar adanya fakta bahwa kekuatan Muawiyah bin Abi Sufyan lebih unggul dari Hasan bin Ali, tapi rasanya mustahil ada penguasa menyerah begitu saja ke pada lawannya hanya karena faktor ini, apa lagi orang seperti sayidina Hasan.
Satu-satunya faktor yang paling masuk akal dari mundurnya Hasan karena beliau adalah sosok pemimpin besar yang memiliki visi yang jelas dalam kepemimpinannya, bukan penguasa yang ambisius.
Hasan memahami betul bagaimana ia harus mengutamakan keselamatan kaum muslimin di atas segala kepentingan. Jika terus terjadi pertikaian apalagi sampai terjadi perang besar, ini akan sangat melemahkan Islam, sedangkan di perbatasan, mata-mata jahat orang-orang kafir terus mengamati, menunggu kesempatan untuk kemudian menerkam dan mencabik-cabik wilayah muslimin.
5. Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah mengatakan, "Hasan sejatinya mampu berperang melawan Muawiyah beserta pasukannya, meskipun jumlah mereka lebih sedikit dari pasukan Muawiyah.
Hal ini seperti yang biasa dilakukan oleh para pemimpin besar yang mampu berperang melawan musuh-musuhnya sekalipun jumlah mereka tidak seberapa.
Hanya saja, Hasan yang memiliki akhlak mulia lebih cenderung pada perdamaian, membenci perang, dan menghindarkan perpecahan, sehingga Allah pun menjadikannya sebagai pencegah perpecahan lalu menjadikannya pemersatu umat."
6. Dr. Khalid al Ghaits mengatakan, "Kedudukan Hasan bin Ali dalam proyek perdamaiannya dengan Muawiyah dan upayanya pencegahan darah umat Islam yang tertumpah, nyaris sama dengan jasa Utsman bin Affan dalam menghimpun al Qur'an atau Abu Bakar dalam memerangi orang-orang murtad yang merongrong Islam."
6. Hasan tentu mampu memilih jalan perang dengan Muawiyah jika mau, bukan malah berdamai. Komandan tempur pilih tanding dan tokoh besar dari anak-anak para shahabat ada di sisinya.
Pasukan perang terlatih nan berpengalaman yang sebagian besarnya pernah memenangkan berbagai perang besar bersama ayahnya, setia mendukungnya.
Tapi beliau lebih memilih jalan yang paling diridha oleh Allah, yakni berdamai guna mencegah darah tertumpah dan untuk mempersatukan umat.
Beliau telah melaksanakan sebuah keteladanan besar yang nyaris tak banyak pemimpin yang bisa sepertinya. Ia meninggalkan jubah kekuasaannya dan menggantikannya dengan mahkota persatuan umat.
7. Dan diantara hal penting, apa yang dilakukan oleh sayidina Hasan ini sekaligus menggenapi apa yang dinubuwatkan oleh Rasulullah.
Diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abu Bakrah, "Aku melihat Nabi ﷺ di atas mimbar, sementara Hasan di sampingnya. Kadang beliau melihat hadirin dan kadang beliau melihat Hasan.
Kemudian beliau ﷺ bersabda :
ابني هذا سيِّد، ولعلَّ اللهَ أن يُصلحَ به بين فئتين من المسلمين
'Cucuku ini adalah pemimpin. Semoga Allah menjadikannya pendamai antara dua kelompok besar Islam yang bertikai."
Maka perdamaian Hasan bin Ali dan Muawiyah bin Abu Sufyan adalah salah satu peristiwa besar dalam sejarah umat Islam yang syarat pelajaran dan keteladanan.
8. Hadits diatas sekaligus membantah kaum khawarij dan Rafidhah yang mengkafirkan pihak yang memerangi Hasan. Karena Rasulullah ﷺ menggunakan diksi kalimat "Dua kelompok Islam".
9. Perdamaian yang dilakukan oleh sayidina Hasan dan Muawiyah ini memberikan beberapa faedah penting, diantaranya :
~ Kebenaran janji dan nubuat Rasulullah ﷺ bahwa nanti Hasan akan menjadi salah satu "juru damai" bagi umat Islam.
~ Bolehnya menyerahkan kepemimpinan dari orang yang paling berhak dan afdhal, kepada yang kurang afdhal, demi meraih kemaslahatan yang lebih besar.
~ Bantahan atas tuduhan kaum Rafidhah ketika mereka mengkafirkan Muawiyah. Karena jika Muawiyah kafir, berarti Hasan telah melanggar rambu syariah yang paling besar, yakni menyerahkan kepemimpinan kepada pihak yang tidak sah menerimanya.
10. Tindakan Hasan ini, yakni menyerahkan kekhalifahan kepada sahabat Muawiyah menjadi tamparan keras bagi pihak yang guluw terhadap ahlul bait khususnya dari kaum Rafidhah.
Yakni mereka yang mengatakan bahwa kepemimpinan Ali, Hasan, Husein dan deretan nama besar ahlul bait adalah wasiat turun temurun. Hasan mendapatkannya dari wasiat Ali, dan Ali mendapatkan dari wasiat Nabi ﷺ, hanya kemudian diserobot oleh Abu Bakar, Umar dan Ustman.
Jika klaim ini benar, berarti Hasan telah melakukan tindakan sangat buruk karena tidak menunaikan wasiat Nabi dan ayahnya dengan baik.
Dan juga hadits Nabi ﷺ yang berisi pujian atas diri Hasan karena menjadi penjaga persatuan umat ini tak akan pernah terbukti ....
_____
📜كتاب أمير المؤمنين الحسن بن علي بن أبي طالب شخصيته وعصره
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq