BILA ISTRI LEBIH HEBAT DARI SUAMINYA
Banyak istri yang suka menjadi wanita hebat, bahkan lebih hebat dari suaminya. Inginnya secara ekonomi independen dari suami, secara ilmu dan pengalaman lebih tinggi dari suami, pokoknya menyalip suaminya lah dalam segala hal dan tidak ingin bergantung padanya. Kalau bisa, agar suaminya nurut apa kata dia dan meminta restunya dahulu dalam mengambil keputusan. Bahkan saya tahu beberapa wanita dari keluarga terpandang sengaja mencari calon suami yang kualitasnya di bawah dirinya agar bisa diperintah dan menurut. Keinginan semacam ini sebenarnya wajar sebab manusia memang diciptakan dengan hasrat untuk unggul dan mendominasi.
Tapi kalau itu tercapai, suaminya sudah kalah dan tunduk pada istrinya, maka apa yang terjadi? Puaskah si istri? Bahagiakah rumah tangganya? Tidak. Yang ada malah perasaan tidak bangga pada suaminya. Ketika para istri lain dengan bangga menceritakan kehebatan dan kesuksesan suami masing-masing, mereka malah minder sebab suaminya berada di bawah ketiaknya. Yang dibanggakan dan menjadi role model justru suami orang lain yang tampil gagah dan hebat memimpin keluarganya, suami yang tegas dan berwibawa sebagai imam di depan istri dan anak-anaknya, bukan cuma yang jadi supir, pembantu serba bisa dan pegawai yang wajib setor uang bulanan.
Dalam al-Qur’an aturannya sudah jelas, suami istri relasinya saling membutuhkan dan saling melindungi bagai pakaian. Suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami (al-Baqarah: 187). Tapi, yang ditentukan menjadi pemimpin tetap si suami (an-Nisa': 34). Petunjuk al-Qur’an ini adalah posisi ideal dalam berumah tangga.
Sebab itu, idealnya seorang wanita mencari calon yang lebih hebat dari dirinya agar dia punya pemimpin yang bisa digandeng tangannya dengan bangga di depan semua orang. Seorang suami biasanya membanggakan kecantikan istrinya, sedangkan seorang istri membanggakan kehebatan dan kesuksesan suaminya. Kata Habib Quraisy Shihab, ayam betina pun tidak akan bangga kalau pejantannya lemah.
Tapi bila kebetulan seorang wanita mendapat jodoh suami yang lebih lemah dari dirinya, klemar-klemer tidak tegas, kerja juga tidak cakap, dimarahin dikit langsung ciut mengkerut, disuruh maju malah lari ke baris belakang, maka jangan biarkan kondisi itu berlarut-larut. Jangan malah dimarahi, jangan merusak mental dan kepercayaan dirinya, jangan dibanding-bandingkan dan jangan diremehkan sebab itu akan membuatnya semakin terpuruk dan makin tidak bisa dibanggakan. Tapi buat dia percaya diri, panggil dia dengan panggilan yang berwibawa, sebut dia sebagai "imamku", tumbuhan kebanggaannya, puji dia, biarkan dia mengambil keputusan penting lalu dukung, ajari dia untuk jadi pria hebat dan sukses. Bila langkah ini berhasil membuat si suami makin berkualitas, maka yang paling bangga tentu istrinya.
Bagi istri yang kebetulan ditakdirkan mendapat suami yang hebat dan dominan menguasai segala kebijakan dalam rumah tangga, maka janganlah memberontak atau ingin mendominasi juga. Nikmati saja posisi sebagai makmum yang diatur. Meski kadang diatur-atur suami itu menyebalkan, tapi percayalah kalau dapat suami yang tak mampu mengatur istri itu jauh lebih menyebalkan dan bahkan memalukan. Yang penting suaminya tidak berbuat zalim, maka turuti saja keputusannya dan biarkan dia memimpin. Dengan demikian, dia akan jadi pemimpin yang bisa dibanggakan.
Bagi para suami, jadilah pribadi yang hebat dan tegas. Hebat dalam arti bisa diandalkan dalam segala hal, memberi nafkah sesuai kemampuan maksimal, ulet dan pantang menyerah serta bijak dalam mengambil keputusan. Tegas dalam arti bisa memimpin dengan baik, bisa memaksakan kebenaran tanpa emosi, berani menyuruh istri dan anak duduk bersama membahas berbagai masalah dan berani marah bila perlu. Jangan klemar-klemer tapi jangan pula suka marah dan bentak-bentak tak jelas sebab kedua sikap ini takkan melahirkan wibawa.
Semoga bermanfaat.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad
24 Juli 2022