Wayang
Oleh : Ahmad Sarwat, Lc.MA
Saya tidak ingin berpolemik terkait dengan hukum wayang. Tulisan ini hanya bicara tentang hal-hal tehnis terkait teknologi dan sains terkini, tapi dimulai dari wayang.
Jadi kalau mau komen-komen yang rada ngegas, bukan disini tempatnya. Kita cuma mau bicara dari sisi ilmiyah saja, sejarah wayang hingga video broadcasting.
1. Wayang = Bayangan?
Saya kurang terlalu paham, tapi banyak yang bilang bahwa makna wayang itu bayangan atau bayang-bayang.
Konon zaman dulu orang nonton wayang dari arah yang berbeda dari dalang, bukan dari belakangnya dalang seperti zaman sekarang.
Di masa lalu yang ditonton hanya berupa bayangan saja. Karena wayangnya terhalang layar. Maka yang ditonton konon silhuet wayang.
Dan karena yang dibutuhkan hanya siluet saja, wayang pun dibikin tipis dan teplek. Tapi harus kuat. Bahan yang digunakan berupa kulit hewan yang dikeraskan.
Maka disebutlah wayang itu wayang kulit, yang nyaris sama sekali beda dengan konsep boneka atau puppet.
***
2. Wayang Bukan Boneka
Kalau dikaitkan dengan ketentuan para ulama yang banyak mengharamkan patung atau rekaan makhluk hidup, maka dalam seni pertunjukan wayang, yang dipertontonkan bukan fisik wayangnya, tapi justru bayangannya yang terproyeksi kan ke layar.
Kita tidak melihat wayang sebagai tiruan makhluk bernyawa. Karena sebenarnya hanya lukisan dua dimensi. Lagian yang dipertunjukkan pun bukan wayangnya, tapi hanya bayangannya.
Agak mirip dengan permainan bayang-bayang tangan di dinding yang bisa dibentuk jadi berbagai wujud imaginer.
Dan tidak ada satu pun ulama yang mengharamkan bayangan. Karena kita semua pasti punya bayangan, baik bayangan tubuh kita akibat terkena sinar matahari, lampu, cermin bahkan bayangan di air.
Jadi dari segi keharaman bikin tiruan makhluk hidup, wayang sebenarnya agak terlalu jauh jaraknya. Sama sekali tidak terkena Illat larangan.
***
3. Wayang = Dasar Teknologi Kamera
Menurut hemat saya, bermain dengan bayangan itulah yang kemudian menjadi dasar-dasar tehnik fotografi modern, yaitu tehnik menangkap bayangan dengan menggunakan kamera dan film.
Hasilnya sudah bukan lagi siluet seperti pada wayang, tapi sudah ada gradasi warna, meski awalnya masih didominasi hitam putih.
Sampai disini kegiatan memotret itu beda jauh prinsipnya dari melukis. Memotret itu sekedar menangkap bayangan lewat lensa kamera. Siapa pun bisa memotret, asal ada alatnya.
Sedangkan melukis itu menirukan ciptaan Allah. Tanpa keahlian tertentu, tidak akan tercipta lukisan.
Jadi mohon dipahami dua hal yang sejak awal berbeda. Jangan dicampur apalagi diaduk-aduk macam bubur ayam.
4. Perkembangan Tehnik Kamera
Tehnik kamera kemudian menjadi semakin maju, kalau awalnya gambar yang ditangkap masih kasar dan tanpa warna, kamera yang lebih modern lagi sudah bisa memperhalus gambar. Bahkan sudah muncul warnanya, meski masih warna dasar.
Bayangkan hasil jepretan foto jadul, warnanya cenderung Sephia. Bukan warna yang cling seperti aslinya. Namun untuk ukuran di zamannya, foto berwarna adalah sebuah keajaiban.
Foto itu hasil tangkapan kamera, bukan hasil dari seni melukis dan menirukan makhluq Allah.
5. Kamera Gambar Bergerak dan Bersuara
Semakin modern lagi, kamera semakin canggih. Yang ditangkap bukan hanya sebataa satu frame, tapi bisa beberapa frame, sehingga ketika frame itu diputar, jadilah rekaman gerakan. Seolah-olah objeknya bergerak.
Di masa lalu frame-frame film itu diputar menghasilkan visual gerakan, tapi masih gerakan patah-patah. Malah terkesan jadi gerakan jenaka dan lucu. Dan uga belum ada suaranya, masih berupa film bisu. Contohnya kalau kita nonton film Charlie Chaplin, legenda film bisu.
Tapi teknologi terus berkembang, sampai akhirnya putaran rol film yang merekam semakin diperbanyak. Gulungan film seluloid itu sampai pada titik bisa menangkap gambar hingga 24 frame per second. Lebarnya juga diatur hingga ditetapkan 35 milimeter.
Tentu ini boros sekali. Bayangkan dulu kita beli film satu rol isi 36 dan hanya bisa untuk merekam durasi 1 detik lebih sedikit. Tentu mahal dan boros sekali, tapi hasilnya bagus.
Maka rol film untuk biokop itu dibikin besar sekali gulungannya menjadi bermeter-meter. Setidaknya satu gulungan itu bisa untuk memutar 15-an menit. Berarti setidaknya terdiri dari 24 frame x 60 detik x 15 menit = 21 ribu frame.
Ketika kita masuk bioskop modern hari ini, sebenarnya kita lagi nonton roll film yang diputar. Standarnya bisa sampai 30 frame per detik, sehingga gerakan gambar yang dihasilkan menjadi sangat halus, cling dan smooth. Sudah dilengkapi dengan suara yang menggelegar.
6. Kamera Digital
Perkembangan berikutnya kamera tidak lagi menggunakan pita seluloid, tapi berupa data digital 0101010. Kamera video di HP yang kita pegang ini adalah salah satu contoh yang nyata.
Bentuknya lebih kecil tapi kualitas videonya bagus. Saat ini juga hasil rekamannya bisa dikirim ke seluruh dunia, bahkan bisa disiarkan secara live via video streaming.
Habis
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
22 Februari 2022 ·