Ulama Darah Biru
Dari empat imam mazhab, yang punya titisan darah biru hanya Al-Imam Asy-Syafi'i. Beliau asli berdarah Quraisy.
Meski Islam tidak membedakan derajat manusia berdasarkan keturunan, namun adalah hak Allah SWT ketika berkehendak meninggikan suatu bangsa di atas bangsa yang lain.
Di kalangan bangsa Arab, satu-satunya suku yang disebut dalam Al-Quran adalah suku Quraisy. Bahkan menjadi nama surat tersendiri yaitu surat Quraisy.
Dan Allah SWT berkehendak menjadikan nabi terakhir lahir dari suku Quraisy. Padahal bangsa Arab punya banyak suku lain.
Namun ketinggian status Quraisy di tengah bangsa Arab sudah dimaklumi dan diterima sepanjang masa. Buktinya, Mekkah dan Ka'bah mereka serahkan kepemimpinannya kepada suku Quraisy.
Ketika Rasulullah SAW yang merupakan bagian suku Quraisy wafat, tampuk kekuasaan tetap bergulir di lingkar dalam suku Quraisy.
1. Abu Bakar itu Quraisy, beliau memerintah selama 2 tahun.
2. Diteruskan oleh Umar yang juga Qurasiy, memerintah selama 10 tahun.
3. Diteruskan oleh Utsman selama 12 tahun dan ternyata beliau juga Quriasy.
4. Ali bin Abi Thalib jadi Khalifah keempat selama 5 tahun dan beliau pun seorang Quraisy.
Semua itu ditaati karena memang ada ungkapan Abu Bakar
الأئمة من قريش
Yang jadi imam harus orang Quraisy.
Bertemu nasab beliau dengan nasab Baginda Nabi SAW pada Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab.
Di masa kenabian, leluhur Asy-Syafi'i yang berstatus sebagai shahabat adalah As-Saib. Masuk Islam di masa kenabian setelah sempat jadi tawanan pada Perang Badar.
As-Saib inilah yang nantinya punya anak bersama Syafi'. Kepada Syafi'i inilah penisbatannya. Beliau bukan Imam Asy-Syafi'i, namun beliau adalah kakek leluhurnya.
Nantinya Syafi' punya anak bernama Utsman. Lalu Utsman punya anak bernama al-Abbas. al-Abbas punya anak bernama Idris.
Barulah Idris ini yang jadi ayahanda langsung Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah. Anaknya inipunua nama asli :Muhammad. Jadi lengkapnya Al-Imam Asy-Syafi'i itu adalah : Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i.
Sebagai anak cucu keturunan bangsa Quraisy, jiwa yang mengalir dalam darah mereka adalah jiwa dagang. Maka Idris merantau dari Mekkah Al-Mukarramah negeri leluhur ke negeri Palestina. Disanalah putera pertamanya lahir.
Maka dalam banyak riwayat, kita temukan data bahwa Asy-Syafi'i lahir di Gaza Palestina.
Sayangnya Idris wafat sebelum sempat menyaksikan kelahiran puteranya. Maka Asy-Syafi'i lahir dalam keadaan yatim tidak punya ayah.
Oleh ibunya Asy-Syafi'i yang baru dua tahun dibawa pulang ke Mekkah. Boleh dibilang Mekkah jadi saksi atas pendidikan masa kecil dan tumbuhnya keilmuan Asy-Syafi'i.
Di Mekkah itulah Asy-Syafi'i melewati masa pendidikan dasar, mulai menghafal Quran, menghafal kitab hadits Al-Muwaththa' dan menghafal prosa sastra Arab.
Bahkan Beliau sempat tinggal di perkampungan Bani Huzail. Karena puncak sastra Arab masa itu adalah Bani Huzail.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
26 Desember 2021 pukul 05.25 ·