Fiqih Kontemporer : Walimah Virtual
Namanya orang ketemu jodoh, masak mau ditolak. Masak nikah mau ditunda melulu?
Tapi gimana ya?
Pandemi yang nggak habis-habis ini semakin ditungguin semakin lama. Terpaksa kita masih terus menyesuaikan diri dengan berbagai pembatasan.
Jadilah orang pada maju mundur untuk melaksanakan akad nikah dan pesta walimah.
Namun sebagiannya memilih jalan terus, tetap menikah, tetap akad ijab kabul, tetap bikin oesta walimahan. Tinggal kompromi saja dengan petugas agar jangan sampai kena semprit alias offside.
Memang ujung-ujungnya pestanya dibikin sesederhana mungkin. Tidak ada lagi pesta nikahan digelar besar-besaran.
Kalau pun ada yang menggelar, memang dalam jumlah tamu yang amat terbatas, sangat sedikit. Kayak anak-anak lagi main-mainan, ceritanya lagi kawin-kawinan.
oOo
Namun di balik semua keadaan itu, saya melihat ada banyak hikmah positif yang bisa kita raih. (Hikmah lho ini yang positif, bukan hasil tes)
Salah satunya kita punya alasan logis untuk tidak jor-joran membuang duit bikin pesta pernikahan.
Asal tahu saja, bikin pesta pernikahan yang biasa-biasa saja itu hitungannya cukup mahal lho. Kisaran angkanya memang relatif, tapi pastinya mahal.
Terbayang pasti berapa harga sewa gedung, katering, sewa beragam alat pesta, bayar tukang rias, cetak kartu undangan, dan macam-macam lagi.
Pokoknya ratusan juta bahkan bisa milyaran. Tergantung level kesejahteraan dan ukuran gengsi juga.
Namun dengan adanya pandemi, tidak usah gelar pesta walimahan pun semua kita maklum. Cukup akad nikah ngundang keluarga terdekat, lima sepuluh orang pun jadi lah. Semua pasti maklum.
Kalau pun mau yang lebih seru, bikin walimahannya secara virtual saja.
Virtual?
Saya paling suka kalau diundang walimahan atau jadi penceramah walimah secara virtual. Banyak untungnya.
Setidaknya saya tidak perlu repot mendatangi lokasi hajatan, juga tidak ribut kemacetan, termasuk kalau ada jadwal yang bentrok.
Pokoknya semua bisa diatur, bahkan mepet-mepet pun oke saja. Saya masuk pas jam nya dan saya langsung ceramah. Selesai langsung leave meeting. Beres tinggal tunggu transferan hahaha.
Meski buat sebagian orang pesta pernikahan secara virtual terasa aneh, tapi ketahuilah cara ini sekarang sudah sangat ngetrend.
Beberapa kali saya hadir, wah yang hadir ternyata banyak juga, mencapai angka seribuan hadirin. Waw keren banget.
Keluarga, teman, saudara, sanak, famili, handai, taulan, kolega, alumni, dan juga barisan para mantan kalau ada hihi, semua bisa dihadirkan secara virtual.
Bahkan meski tinggal di kota yang berbeda, termasuk yang tinggal di luar negeri. Semua bisa kumpul bareng secara virtual. Jadi kayak temu kangen dan reunian.
Gambar mereka juga bagus-bagus, dengan batik bagus atau bahkan jas berdasi. Walaupun saya tidak yakin dengan pakaian bagian bawahnya. Hehe
Bisa saja cuma pakai kolor doang, sssst. Atau mungkin masih pakai sarung, toh nggak ada yang lihat.
Serunya lagi tidak perlu repot menyiapkan amplop. So, kita sebagai tamu undangan bisa ngirit duit banyak banget.
Biasanya tiap week-end kudu disiapkan dana khusus buat ngamplopin pasangan menikah. Kadang yang kudu dihadiri bisa empat lima titik. Kebayang betapa sibuknya kita di hari-hari week-end.
oOo
Kajian Fiqih Akad Nikah Virtual, Bolehkah?
Meski pesta walimahan bisa dilakukan secara virtual, tapi akad nikah nya tetap kudu satu majelis. Minimal 4 orang laki-laki yang hadir.
Siapa saja?
(1) Pengantin pria, (2) ayah mertua sebagai wali, (3) saksi 1, (4), saksi 2.
Pengantin wanita tidak hadir tidak ngaruh. Disimpen aja di dalam kamar, nggak usah keluar. Biar kulitnya nggak jadi item.
Oh ya tambah satu lagi, kameramen. Katanya mau disiarkan virtual, kudu ada yang pegang kamera dong.
Masak pengantinnya sambil bilang 'qobiltu nikahaha' sambil selfi pegang kamera sih?
Oh tapi dua saksi bisa juga disuruh pegang kamera. Eh, gimana kalau kameramen aja yang jadi saksi. Bisa juga kan?
Pak KUA kudu hadir?
Secara fiqih sih tidak harus hadir fisiknya. Virtual pun jadi lah. Tapi saya tidak tahu SOP yang berlaku di pihak Kantor Urusan Agama sendiri, apakah petugasnya boleh hadir secara virtual saja, atau kudu hadir secara fisik.
Penceramah dan hikmah mauizhah hasanah? Tidak perlu hadir fisik, 100% bisa secara virtual saja. Yang penting nasehatnya.
oOo
Bukankah Walimah itu intinya makan-makan?
Ya, makan-makannya tetap bisa dijalankan. Tidak secara virtual, tapi makanan betulan, secara fisik.
Terus gimana caranya?
Kirim pakai gosend. Unik jadinya. Sebab pilihannya jadi banyak sekali. Bahkan buat yang rumahnya di kota lain, tetap bisa dikirimkan makanannya.
Kemarin contohnya, saya baru saja kirim makan siang ke seorang teman di kota lain. Ngirim pesannya pakai hp di Jakarta. Tapi warung makan yang dipesan lokasinya memang di Jogja. Beliau kebetulan domisili di Jogja.
Sebelumnya pas lagi dalam perjalanan ke Surabaya, istri saya pesan nasi kuning buat sarapan anak di Jakarta pakai HP.
Pesan makanan secara online ini rupanya punya banyak kelebihan.
Pertama, pilihan menunya tidak terbatas. Bisa ratusan pilihan. Setiap tamu bebas boleh pilih menu apa saja, selama tersedia online. Dan selama sesuai bajet tentunya. Hehehe.
Kalau mau nambah? Bayar sendiri sisanya.
Kedua, tidak mungkin ada intruder alias tamu gelap yang pura-pura jadi tamu. Modalnya batik dan nyamar masuk ke pesta nikahan orang. Kan sering tuh yang kayak gitu.
Sebab pihak panitia tidak akan memesankan makanan online kepada yang bukan tamu resmi.
Ketiga, karena semua masih terkomunikasi secara virtual, makannya bisa dilakukan bersama dan malah saling menampakkan pesanan yang diantar.
Cuma tidak bisa saling comot dan icip-icip dari piring temannya. Itu saja keluarangannya.
NOTE
Malam pertama malam pengantin tentu tidak harus virtual lah yaw . . .
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
Kajian· 7 Agustus 2021 pada 06.38 ·