Memahami Al Quran Hanya Sebatas Tekstual
Yang Mengatakan Allah Di Atas Adalah Kafir (Imam Syafi’i)
1. Memang betul adanya, bahwa terdapat ayat di Al Quran yang secara tekstual menyatakan Allah itu ber istiwa di arsy, bahkan minimal ada 7 ayat, yaitu Surat Al-A’raf ayat 54, Yunus ayat 3, Ar-Ra’d ayat 2, Al-Furqan ayat 59, As-Sajdah ayat 4 dan Al-Hadid ayat 4
Tapi ingat, memahami ayat Quran tidak boleh kita "otak-atik" sendiri.
Memahami Quran harus melalui penjelasan dari Para Ulama.
2. Ayat-ayat yang kami sebutkan diatas merupakan ayat-ayat yang mutasyabihat, yaitu ayat-ayat yang apabila dimaknai secara tekstual (jawa : létêrlêk) akan memunculkan pemahaman "menyerupakan Allah" dengan makhluk.
Ayat-ayat yang secara "tekstual", sekali lagi, secara "tekstual" menerangkan mengenai Allah ada dimana, sangat bermacam2, diantaranya :
*A. Allah berada di arsy*
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy .” (QS. Thoha : 5)
*B. Allah berada di langit*
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS. Al Mulk : 16)
*C. Allah berada di langit dunia*
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kami (Allah) turun setiap malamnya ke langit dunia. Hingga ketika tersisa sepertiga malam terakhir, Allah berfirman, ‘Siapa saja yang berdo’a pada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya. Siapa saja yang meminta pada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Siapa saja yang memohon ampunan pada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya’.” (HR. Muttafaqqun 'alaih)
*D. Allah berada di dekat kita*
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS. Qaff : 16)
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ
Dan Kami lebih dekat kepadanya dari kamu. (QS. Al-Waqi’ah : 85)
*E. Allah berada di manapun kita berada*
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. (QS. Al Hadid : 5)
*F. Allah berada diatas kita*
يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ
“Mereka takut kepada Rabb mereka yang (berada) di atas mereka.” (QS. An Nahl : 50)
*G. Allah berada di Bukit Tursina*
فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا
Tatkala Tuhannya menampakkan dirinya kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan (QS. Al A'rôf : 143)
*H. Allah berada di Palestina*
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّي سَيَهْدِينِ
Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku." (QS. As Shoffât : 99)
>Nabi Ibrahim hijrah dari Babilonia (Iraq) menuju Palestina
*I. Allah berada di Ka'bah (sebagai Rumah Allah)*
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah/Ka'bah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku' dan sujud. (QS. Al Hajj : 26)
*J. Allah bersama orang yang sabar*
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqoroh : 153)
*K. Allah berada di Gua Tsur*
إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Ketika keduanya (Nabi Muhammad dan Abu Bakar) berada dalam gua (tsur), di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. (QS. At Taubah : 40)
Lihat, bagaimana kacau nya jika kita memaknai Al Quran hanya sebatas tekstual, maka kita akan memiliki aqidah yang sesat, yaitu menempatkan Allah di sebuah tempat. Maka ayat-ayat yang seakan-akan menyamakan Allah dengan makhluk tersebut dinamakan sebagai Ayat Mutasyabihat. Cara memahaminya adalah dengan menggunakan metode tafwidh atau ta'wil, Insya Allah kita jelaskan dikesempatan yang lain.
Disisi lain, Allah swt menerangkan kepada kita melalui firman-Nya, bahwa *Dia tak sama dengan makhluk-Nya*
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada siapapun yang seperti Dia. (QS. Al Ikhlas :4)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Asy Syura : 11)
Sehingga,
Jika kita meyakini Allah bertempat, pertanyaan mendasarnya adalah.
1. Lebih besar mana antara Tempat dengan Yang Menempati (jika benar Allah bertempat)
Maka ketika kita menempatkan Allah di Arsy, berarti Arsy lebih besar dibanding Allah.
Kacau bukan ?
Padahal kita selalu bertakbir dengan ucapan
اللهُ أَكْبَر
Allah Yang Maha Besar.
Maka tidak ada satupun tempat yang mampu menaungi Kebesaran Allah.
2. Lebih dulu mana, antara Tempat dengan Yang Menempati ?
Tentu lebih dulu adanya tempat daripada yang menempati.
Lalu siapa yang menciptakan tempat untuk Allah ? Kacau lagi.
Simak penjelasannya berikut ini :
*Allah ada sebelum semua tempat itu ada*
Rasulullah shallallahu`alaihi wasallam juga bersabda:
“كَـانَ اللهُ وَلَـمْ يَكُـنْ شَيْءٌ غَـيْرُهُ”.
“Allah wujud pada azali [kewujudan-Nya tidak ada permulaan] sedangkan sesuatupun masih belum wujud”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn Jarud)
Al-Hafiz Ibn al-Hajar al-`Asqalani (W. 852 H) telah menguraikan hadis di atas di dalam kitabnya Fath al-Bari dengan katanya :
“وَالْمُرَادُ بِكَانَ فِي الْأَوَّلِ الْأَزَلـِـيَّةُ وَفِي الثَّانِـي الْـحُدُوْثُ بَعْدَ الْعَدَمِ” اهـــ.
“Dan maksud (كان) dalam lafaz yang pertama ialah keazalian [kewujudan tanpa didahului oleh ketiadaan atau kewujudan tanpa permulaan] dan dalam lafaz (كان) kedua ialah kebaharuan selepas ketiadaan [kewujudan yang didahului oleh ketiadaan atau kewujudan yang ada permulaan]”.
Al-Hafiz Abu Bakr Ahmad Ibn al-Husayn al-Bayhaqi (W. 458 H) juga mensyarahkan hadis tersebut di dalam kitabnya al-I`tiqad ketika menjelaskan makna hadith ini dengan berkata:
“يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ لَـمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ لَا الْمَاءَ وَلَا الْعَرْشَ وَلَا غَيْرَهُـمَا وَكُلُّ ذَلِكَ أَغْيَارٌ” اهــــ.
“[Hadis ini] Menunjukkan bahawa Allah ta`ala sudah wujud walaupun selain-Nya belum ada, air tidak ada, `Arasy tidak ada dan selain kedua-dua benda itu dan semua itu adalah bukan Allah ta`ala.”
Rasulullah shallallahu`alaihi wasallam juga bersabda:
“اللَّهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ”.
“Ya Allah! Engkau al-Awwal maka tiada suatupun sebelum-Mu, Engkau al-Akhir maka tiada suatupun selepas-Mu, Engkau al-Zahir maka tiada suatupun di atas-Mu, dan Engkau al-Batin maka tiada suatupun di bawah-Mu”. (Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)
- Sayyidina ‘Ali ibn Abi Thalib (w 40 H) berkata:
كَانَ اللهُ وَلاَ مَكَان وَهُوَ الآنَ عَلَى مَا عَليْه كَانَ
“Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, dan Dia Allah sekarang -setelah menciptakan tempat- tetap sebagaimana pada sifat-Nya yang azali; ada tanpa tempat” (Diriwayatkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam al-Farq Bain al-Firaq, h. 333).
Beliau juga berkata:
إنّ اللهَ خَلَقَ العَرْشَ إْظهَارًا لِقُدْرَتهِ وَلَمْ يَتّخِذْهُ مَكَانًا لِذَاتِهِ
“Sesungguhnya Allah menciptakan ‘arsy (makhluk Allah yang paling besar bentuknya) untuk menampakan kekuasaan-Nya, bukan untuk menjadikan tempat bagi Dzat-Nya” (Diriwayatkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam al-Farq Bain al-Firaq, h. 333).
- Ibnu Abbas radiyallahu`anhuma telah berkata:
“تَفَكَّرُوْا فِيْ خَلْقِ اللهِ وَلَا تَفَكَّرُوْا فِيْ ذَاتِ اللهِ”.
“Hendaklah kalian berfikir tentang makhluk ciptaan Allah, namun jangan kalian fikirkan tentang zat Allah”. Diriwayatkan oleh al-Imam al-Baihaqi di dalam kitabnya al-Asma’ wa al-Sifat
- Seorang tabi’in yang agung, al-Al-Imam as-Sajjad Zain al-‘Abidin ‘Ali ibn al-Husain ibn ‘Ali ibn Abi Thalib (w 94 H) berkata:
أنْتَ اللهُ الّذِي لاَ يَحْويْكَ مَكَانٌ
“Engkau wahai Allah yang tidak diliputi oleh tempat” (Diriwayatkan oleh al-Imam Murtadla az-Zabidi dalam Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin, j. 4, h. 380).
Juga berkata:
أنْتَ اللهُ الّذِي لاَ تُحَدُّ فَتَكُوْنَ مَحْدُوْدًا
“Engkau wahai Allah yang maha suci dari segala bentuk dan ukuran” (Diriwayatkan oleh al-Imam Murtadla az-Zabidi dalam Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin, j. 4, h. 380).
- Al Imam Ja’far as-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn ibn Zainal ‘Abidin ‘Ali ibn al-Husain (w 148 H) berkata:
مَنْ زَعَمَ أنّ اللهَ فِي شَىءٍ أوْ مِنْ شَىءٍ أوْ عَلَى شَىءٍ فَقَدْ أشْرَكَ، إذْ لَوْ كَانَ عَلَى شَىءٍ لَكَانَ مَحْمُوْلاً وَلَوْ كَانَ فِي شَىءٍ لَكَانَ مَحْصُوْرًا وَلَوْ كَانَ مِنْ شَىءٍ لَكَانَ مُحْدَثًا (أىْ مَخْلُوْقًا)
“Barang siapa berkeyakinan bahwa Allah berada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu maka ia adalah seorang yang musyrik. Karena jika Allah berada di atas sesuatu maka berarti Dia diangkat, dan bila berada di dalam sesuatu berarti Dia terbatas, dan bila Dia dari sesuatu maka berarti Dia baharu -makhluk-” (Diriwayatkan oleh al-Imam al-Qusyairi dalam ar-Risalah al-Qusyairiyyah, h. 6).
- Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah an-Nu’man ibn Tsabit (w 150 H), salah seorang ulama salaf terkemuka, perintis madzhab Hanafi, berkata:
وَاللهُ تَعَالى يُرَى فِي الآخِرَة، وَيَرَاهُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَهُمْ فِي الْجَنّةِ بِأعْيُنِ رُؤُوسِهِمْ بلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ كَمِّيَّةٍ وَلاَ يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ مَسَافَة.
“Allah ta’ala di akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang mukmin akan melihat-Nya ketika mereka di surga dengan mata kepala mereka masing-masing dengan tanpa adanya keserupaan bagi-Nya, bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan Allah (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan ataupun samping kiri)” (Lihat al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah dengan Syarahnya karya Mulla ‘Ali al-Qari, h. 136-137).
Juga berkata:
قُلْتُ: أرَأيْتَ لَوْ قِيْلَ أيْنَ اللهُ؟ يُقَالُ لَهُ: كَانَ اللهُ تَعَالَى وَلاَ مَكَانَ قَبْلَ أنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ، وَكَانَ اللهُ تَعَالَى وَلَمْ يَكُنْ أيْن وَلاَ خَلْقٌ وَلاَ شَىءٌ، وَهُوَ خَالِقُ كُلّ شَىءٍ.
“Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada. Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu” (Lihat al-Fiqhul Absath karya Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalahnya dengan tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 20).
Juga berkata:
وَنُقِرّ بِأنّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى مِنْ غَيْرِ أنْ يَكُوْنَ لَهُ حَاجَةٌ إليْهِ وَاسْتِقْرَارٌ عَلَيْهِ، وَهُوَ حَافِظُ العَرْشِ وَغَيْرِ العَرْشِ مِنْ غَبْرِ احْتِيَاجٍ، فَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا لَمَا قَدَرَ عَلَى إيْجَادِ العَالَمِ وَتَدْبِيْرِهِ كَالْمَخْلُوقِيْنَ، وَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا إلَى الجُلُوْسِ وَالقَرَارِ فَقَبْلَ خَلْقِ العَرْشِ أيْنَ كَانَ الله، تَعَالَى اللهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوّا كَبِيْرًا.
“Dan kita mengimani adanya ayat “ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa” -sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an- dengan menyakini bahwa Allah tidak membutuhkan kepada ‘‘arsy tersebut da tidak bertempat atau bersemayam di atasnya. Dia Allah yang memelihara ‘‘arsy dan lainnya tanpa membutuhkan kepada itu semua. Karena jika Allah membutuhkan kepada sesuatu maka Allah tidak akan kuasa untuk menciptakan dan mengatur alam ini, dan berarti Dia seperti seluruh makhluk-Nya sendiri. Jika membutuhkan kepada duduk dan bertempat, lantas sebelum menciptakan makhluk-Nya -termasuk ‘arsy- di manakah Dia? Allah maha suci dari itu semua dengan kesucian yang agung” (Lihat al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 2. juga dikutip oleh asy-Syekh Mullah ‘Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h. 70.).
- Keyakinan Imam Syafi'i
قال الشافعي رحمه الله تعالى : "إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكانَ لا يجوز عليه التغييرُ في ذاته ولا التبديل في صفاته”
Berkata asy Syafi'i Rahimahullah ta'alla : "Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat dan Allah senantiasa dalam shifat ‘AzaliNya (tidak berubah) sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat. Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga perpindahan di dalam sifat-sifat-Nya". [Kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2 halaman ; 24]
3. Pertanyaan yang terbatas tidak sepantasnya ditanyakan kepada Allah.
Pertanyan "kapan", pasti jawabannya adalah waktu, waktu itu terbatas, sedangkan Allah adalah Zat yang Maha Tidak Terbatas.
Kapan Allah itu ada ? Gak ada jawabannya, karena pertanyaannya yang salah, kalau dijawab, jawabannya adalah "Allah Qodimun", Allah yang maha dahulu, tidak ada permulaan.
Begitu juga pertanyaan "dimana", pasti jawabannya adalah tempat, tempat itu terbatas, sedangkan Allah adalah Zat yang Maha Tidak Terbatas.
*Dimana Allah itu ? Gak ada jawabannya, karena pertanyaannya yang salah, kalau dijawab, jawabannya adalah "Qiyamuhu binafsihi", Allah yang maha berdiri dengan zatnya sendiri*
Paham ya ?
Kalau gk paham ya dibaca lagi hehehe..
Yuk sebarkan biar teman2 kita gak gagal paham.
Intinya, *Sing Waras Ojo Ngalah*
Salam Waras !
Apa di Atas Arsy (QS. Thaha: 5).
Apa di Palestina ( Surat As-Saffat Ayat 99 )
Apa di Bumi ( Muslim no. 547 ) (Al-An'am: 3)
Apa di Bukit Tursina (QS. Al-A’raf: 143-147)
Apa di Gua Tsur QS. al-Taubah, 9:40
Di langit ( HR. Muslim, no. 537 )
Silahkan di jawab dengan Dalil
Bila tidak bisa jawab lebih baik diam
Sumber FB : Adi Yadi Syamsuryadi
15 April 2021